Pemerintah memastikan penurunan signifikan atas Tarif Impor Produk Indonesia ke pasar Amerika Serikat setelah rangkaian perundingan intensif tingkat tinggi antara Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden AS Donald Trump. Dalam kesepakatan politik bilateral tersebut, Tarif Impor Produk Indonesia ditekan ke level 19 persen—turun tajam dari skema awal 32 persen—membuka ruang ekspor yang lebih luas sekaligus memperkuat posisi dagang Indonesia di tengah persaingan global.
Kesepakatan ini kian penting karena menempatkan Indonesia sebagai negara pertama yang berhasil mencapai titik temu tarif pascapernyataan resmi Presiden Trump pada 7 Juli 2025. Proses negosiasi sudah digarap sejak April 2025, dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama tim perunding yang melakukan serangkaian pembicaraan dengan pejabat pemerintah AS. Hasilnya: tarif yang lebih rendah dibandingkan sejumlah negara lain di kawasan.
Angin Segar untuk Sektor Padat Karya
Pelaku industri menyambut positif keputusan ini. Tarif baru diyakini memberi napas tambahan bagi sektor padat karya nasional—khususnya garmen dan alas kaki—yang selama ini bersaing ketat di pasar ritel AS. Dengan beban masuk yang lebih ringan, produk manufaktur Indonesia berpeluang menawarkan harga lebih kompetitif tanpa harus memangkas margin secara agresif.
Pemerintah menilai kepastian tarif juga penting bagi dunia usaha dalam menyusun kontrak jangka menengah, ekspansi kapasitas pabrik, dan rencana perekrutan tenaga kerja. Penurunan bea masuk di pasar utama seperti AS kerap menjadi pemicu relokasi produksi; dengan demikian, Indonesia berpotensi menarik investasi baru dari pelaku global yang ingin mengamankan akses tarif preferensial.
Amerika Serikat sendiri adalah salah satu tujuan ekspor terbesar Indonesia—menempati posisi kedua setelah Tiongkok. Tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki selama ini menjadi tulang punggung kinerja ekspor padat karya ke Negeri Paman Sam. Pemerintah menegaskan, intervensi lewat diplomasi tarif diperlukan untuk menjaga kinerja industri sekaligus mencegah gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) jika daya saing terganggu.
Efek Lanjutan di Komoditas Unggulan
Selain manufaktur, penurunan tarif juga dipandang strategis bagi komoditas ekspor unggulan seperti minyak sawit dan produk turunannya. Di saat rantai pasok global masih beradaptasi terhadap dinamika geopolitik dan kebijakan dagang proteksionis, akses tarif yang lebih rendah dapat membantu Indonesia mempertahankan pangsa pasar dan memperluas penetrasi di segmen hilir.
Di sisi lain, kesepakatan dagang ini tetap mempertahankan prinsip timbal balik. Amerika Serikat selama ini mengekspor energi, produk pertanian, mesin, peralatan industri, dan pesawat ke Indonesia. Dengan stabilitas tarif dan kepastian perdagangan, kedua negara berharap arus barang bergerak lebih lancar, transparan, dan terukur.
Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa diplomasi tarif hanyalah satu sisi dari strategi besar meningkatkan daya saing ekspor. Deregulasi industri, perbaikan iklim investasi, penguatan rantai pasok, dan hilirisasi sumber daya alam terus dipacu agar produsen di dalam negeri mampu memenuhi permintaan global baik dalam hal volume, kualitas, maupun kepastian pasokan.
Presiden Prabowo memberi perhatian khusus pada strategi rantai pasokan terintegrasi, dari hulu bahan baku hingga produk bernilai tambah. Dengan dukungan tarif masuk yang lebih bersahabat di pasar besar seperti AS, agenda transformasi ekonomi nasional mendapatkan amunisi tambahan untuk melaju.