Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa pemerintah tahun ini memberikan perhatian lebih kepada para pengemudi ojol dan kurir online yang telah memiliki peran penting dalam mendukung layanan transportasi dan logistik di Tanah Air. “Tahun ini, pemerintah fokus memberikan perhatian khusus kepada pengemudi dan kurir online yang telah memberikan kontribusi besar dalam layanan transportasi dan logistik di Indonesia,” ujar Prabowo dalam konferensi pers terkait Tunjangan Hari Raya (THR) Ojol di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/3/2025).
Sebagai bentuk apresiasi atas kerja keras mereka, pemerintah mendorong perusahaan layanan berbasis aplikasi (Ojol dan Kurir) untuk memberikan bonus THR dalam bentuk uang tunai. Bonus ini diharapkan dapat meringankan beban para pekerja, terutama saat menyambut Hari Raya Idul Fitri.
“Kami menghimbau perusahaan-perusahaan aplikasi untuk memberikan bonus hari raya kepada pengemudi dan kurir online. Besaran bonus akan disesuaikan dengan tingkat keaktifan kerja masing-masing individu,” jelas Prabowo.
Mengenai teknis pemberian bonus, Presiden menyatakan bahwa hal tersebut akan diatur lebih lanjut oleh Menteri Ketenagakerjaan melalui Surat Edaran. Saat ini, tercatat sekitar 250 ribu pengemudi dan kurir online yang bekerja secara aktif, serta 1-1,5 juta pekerja paruh waktu (part-time) di sektor ini.
Harapan Pemerintah untuk Kesejahteraan Pekerja OJOL dan Kurir Online
Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi kesejahteraan para pengemudi dan kurir online. Dengan adanya bonus THR, mereka diharapkan dapat menikmati momen liburan dan mudik Lebaran dengan lebih nyaman.
“Semoga dengan kebijakan ini, para pengemudi dan kurir online bisa merayakan Idul Fitri dengan lebih baik,” ucap Prabowo.
Pemerintah juga berharap langkah ini menjadi awal untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja di sektor transportasi dan logistik berbasis aplikasi. Namun, di balik upaya ini, masih ada tantangan besar yang perlu diatasi, terutama terkait status hukum para pengemudi ojol.
Regulasi dan Perlindungan Hukum Terhadap Ojol
Sebelumnya, Analis Kebijakan Transportasi Azas Tigor Nainggolan mengungkapkan bahwa pengemudi ojol belum mendapatkan pengakuan resmi dalam sistem hukum Indonesia, khususnya dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) No. 22 Tahun 2009.
“Masalah utama adalah tidak adanya pengakuan hukum terhadap ojol dalam UU LLAJ. Akibatnya, status mereka dianggap sebagai mitra, bukan pekerja. Ini membuat mereka tidak memiliki hak yang sama, termasuk dalam hal THR,” jelas Azas dalam keterangannya, Jumat (7/3/2025).
Azas menambahkan, tanpa dasar hukum yang jelas, pemberian THR menjadi sulit karena tidak ada patokan gaji sebagai acuan perhitungan. “Jika ingin memberikan THR, harus ada dasar perhitungan yang jelas. Tanpa itu, masalah ini akan terus berulang setiap tahun,” ujarnya.
Selain itu, status sebagai mitra juga membuat pengemudi ojol rentan terhadap praktik tidak adil, seperti pemotongan komisi hingga 25%, kebijakan pemutusan hubungan kerja yang sepihak, dan tarif yang sering merugikan mereka.
“Tanpa regulasi yang jelas, posisi pengemudi ojol sangat lemah. Mereka tidak memiliki perlindungan hukum yang memadai,” tegas Azas.
Dengan adanya kebijakan THR dari pemerintah, diharapkan langkah ini dapat menjadi awal untuk memperbaiki kesejahteraan dan perlindungan hukum bagi para pengemudi dan kurir online di Indonesia.