Pada konferensi pers terkait Paket Kebijakan Ekonomi untuk Kesejahteraan yang digelar Senin (15/12), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa mulai 1 Januari 2025, pemerintah akan menerapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12%. Kebijakan ini merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
“Pemerintah telah menyiapkan berbagai insentif dalam bentuk Paket Stimulus Ekonomi agar kesejahteraan masyarakat tetap terjaga meski tarif PPN dinaikkan,” ujar Airlangga.
Insentif untuk Barang dan Jasa Esensial
Meskipun PPN dinaikkan, pemerintah memastikan sejumlah barang dan jasa esensial tetap bebas PPN atau dikenakan tarif 0%. Barang dan jasa tersebut meliputi kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, telur, sayur-mayur, susu segar, dan gula konsumsi. Selain itu, sektor lain seperti jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, dan kebutuhan penting seperti listrik, air minum, serta buku juga mendapatkan pembebasan pajak.
Proyeksi total insentif PPN yang dibebaskan pada tahun 2025 diperkirakan mencapai Rp265,6 triliun.
Stimulus untuk Rumah Tangga Berpenghasilan Rendah
Pemerintah memberikan perhatian khusus kepada kelompok rumah tangga berpendapatan rendah. Salah satu bentuk insentif adalah PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 1% untuk barang kebutuhan pokok penting (Bapokting), seperti minyak goreng, tepung terigu, dan gula industri, sehingga tarif efektif PPN untuk barang-barang ini tetap 11%. Langkah ini diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat dan mencegah lonjakan harga kebutuhan pokok.
Selain itu, pemerintah akan memberikan bantuan pangan berupa 10 kg beras per bulan kepada 16 juta penerima manfaat pada Januari dan Februari 2025. Rumah tangga berdaya listrik hingga 2200 VA juga akan mendapatkan diskon biaya listrik sebesar 50% selama dua bulan di awal tahun.
Insentif untuk Kelas Menengah
Bagi masyarakat kelas menengah, berbagai kebijakan yang ada akan dilanjutkan, seperti:
- PPN DTP untuk properti dengan harga jual hingga Rp5 miliar.
- PPN DTP untuk kendaraan listrik roda empat dan bus tertentu.
- Pembebasan Bea Masuk untuk impor kendaraan listrik tertentu.
Selain itu, kebijakan baru juga diperkenalkan, termasuk insentif PPh Pasal 21 DTP untuk pekerja di sektor padat karya dengan penghasilan hingga Rp10 juta per bulan, relaksasi iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar 50%, serta optimalisasi program Jaminan Kehilangan Pekerjaan dari BPJS Ketenagakerjaan bagi pekerja yang terkena PHK.
Dukungan untuk UMKM dan Dunia Usaha
Tak hanya masyarakat umum, dunia usaha juga mendapatkan perhatian pemerintah. UMKM yang merupakan tulang punggung perekonomian nasional akan mendapatkan perpanjangan insentif PPh Final 0,5% hingga 2025. UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun juga dibebaskan dari pengenaan pajak penghasilan.
Pemerintah juga menawarkan subsidi bunga sebesar 5% untuk pembiayaan industri padat karya yang ingin meningkatkan produktivitas melalui revitalisasi mesin.
“Paket Kebijakan Ekonomi ini tidak hanya melindungi masyarakat, tetapi juga mendorong pelaku usaha, menjaga stabilitas harga, serta mempercepat pemulihan ekonomi nasional,” ungkap Menko Airlangga.
PPN 12% untuk Barang dan Jasa Mewah
Sebagai bentuk keadilan dan gotong royong, barang dan jasa mewah yang sebelumnya tidak dikenakan PPN kini akan mulai dikenai tarif 12%. Barang-barang tersebut meliputi bahan makanan premium seperti beras dan daging berkualitas tinggi, layanan pendidikan serta kesehatan premium, hingga listrik rumah tangga dengan daya 3500 VA ke atas.
Pemerintah optimis bahwa paket kebijakan ini akan menjaga keseimbangan antara kebutuhan masyarakat, dukungan kepada pelaku usaha, dan pertumbuhan ekonomi di tahun 2025.