Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah memulai pelaksanaan Pajak Rokok Elektrik (REL) sejak 1 Januari 2024 sebagai wujud dari komitmen pemerintah pusat dalam memberikan transisi pemungutan pajak rokok elektrik, sejak diberlakukannya pengenaan cukai pada pertengahan 2018.
Kebijakan ini sejalan dengan konsep piggyback taxes yang telah diimplementasikan sejak 2014, sesuai amanah Undang Undang Nomor 28 tahun 2009.
Deni Surjantoro, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, menjelaskan bahwa pengenaan cukai rokok elektrik juga berdampak pada pajak rokok (piggyback taxes). Meskipun pada tahun 2018, saat pengenaan cukai rokok elektrik pertama kali dilakukan, belum langsung dikenakan pajak rokok. Ini merupakan langkah transisi yang diberikan dalam implementasi konsep piggyback taxes yang telah berlaku sejak 2014.
Menurut Deni, prinsip pengenaan pajak e-cigarette lebih mengedepankan aspek keadilan. Hal ini mempertimbangkan bahwa rokok konvensional, yang melibatkan petani tembakau dan buruh pabrik, sudah terlebih dahulu dikenakan pajak sejak 2014.
Dampak Penggunaan Rokok Elektrik yang Perlu diawasi
Selain itu, penggunaan rokok elektrik dalam jangka panjang diyakini mempengaruhi kesehatan dan isinya perlu diawasi sebagai barang konsumsi yang perlu dikendalikan.
Kemenkeu telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 143/PMK/2023 mengenai Tata Cara Pemungutan, Pemotongan, dan Penyetoran Pajak Rokok. Pajak Rokok termasuk rokok elektrik telah diatur sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).
PMK ini bertujuan mengendalikan konsumsi rokok oleh masyarakat, dengan melibatkan peran pemangku kepentingan, termasuk pelaku usaha rokok elektrik, dalam mendukung implementasi kebijakan ini.
Penerimaan cukai rokok elektrik pada tahun 2023 hanya mencapai Rp 1,75 triliun, setara dengan 1% dari total penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dalam setahun. Kebijakan pengenaan pajak rokok elektrik ini merupakan hasil kolaborasi antara pemerintah dan pemangku kepentingan, terutama pelaku usaha e-cigarette, yang diharapkan memberikan manfaat optimal bagi masyarakat.
Sebanyak 50% penerimaan pajak rokok diarahkan untuk pelayanan kesehatan masyarakat (Jamkesnas) dan penegakan hukum, mendukung pelayanan publik yang lebih baik di daerah.
Rokok elektrik diakui sebagai salah satu barang kena cukai sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yang mencakup sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, rokok elektrik, dan hasil pengolahan tembakau lainnya.