Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto telah memberikan dorongan penting bagi pengembangan ekonomi hijau sebagai sumber pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di Indonesia. Ini terjadi di tengah proyeksi perlambatan ekonomi global yang menjadi perhatian.
Namun, penting untuk diingat bahwa Indonesia memiliki fundamental ekonomi yang kuat, dibandingkan dengan banyak negara lain. Pertumbuhan ekonomi yang telah mencapai lebih dari lima persen selama tujuh kuartal berturut-turut, mencapai 5,17 persen pada kuartal II-2023, dan tingkat inflasi yang terkendali sebesar 3,17 persen pada Agustus 2023, adalah indikator dari kestabilan ekonomi Indonesia.
Airlangga menyatakan bahwa fondasi ekonomi yang kuat ini dapat menjadi modal penting untuk mendorong ekonomi hijau sebagai sumber pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di masa depan. Hal ini merupakan bagian dari komitmen Indonesia dalam meningkatkan Nationally Determined Contribution (NDC) dalam pengurangan emisi.
Target penurunan emisi telah ditingkatkan dari 29 persen menjadi 31,89 persen dengan upaya nasional dan dari 41 persen menjadi 43,20 persen dengan bantuan internasional pada tahun 2030.
Selain itu, Airlangga menjelaskan bahwa Enhanced NDC tersebut sejalan dengan Strategi Jangka Panjang Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim 2050, serta visi untuk mencapai net zero emissions pada tahun 2060. Untuk mencapai visi ini, kolaborasi yang kuat antara berbagai pihak diperlukan, dan akses terhadap solusi keuangan dan teknologi menjadi kunci.
Kolaborasi dengan Sektor Swasta
Indonesia telah mengambil langkah-langkah konkret dalam memperkuat kolaborasi dengan sektor swasta dan menggalang pembiayaan kreatif dan inovatif. Hal ini dilakukan melalui pembentukan Sovereign Wealth Fund-INA, Badan Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), dan SDG Indonesia One.
Tujuannya adalah untuk meraih dan mendukung proyek-proyek investasi, terutama di sektor energi, pertanian, transportasi, dan lingkungan hidup.
Tidak hanya itu, APBN juga mengutamakan proyek-proyek yang berkontribusi dalam mengatasi perubahan iklim dan mendukung kegiatan yang ramah lingkungan. Pemerintah telah menerapkan mekanisme Climate Budget Tagging di tingkat nasional dan daerah untuk melacak alokasi anggaran perubahan iklim serta menyajikan data terkait kegiatan dan hasilnya.
Indonesia juga telah mengeluarkan kebijakan mengenai harga karbon melalui perdagangan karbon dan pajak karbon melalui Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon. Selain itu, Presiden Joko Widodo telah meluncurkan Bursa Karbon Indonesia yang diawasi oleh OJK melalui Bursa Efek Indonesia, membuka jalan bagi perdagangan karbon secara sukarela.
Indonesia juga memberikan insentif bagi sektor energi baru dan terbarukan serta kendaraan listrik melalui kebijakan seperti Peraturan Pajak Penjualan Barang Mewah Kendaraan Listrik. Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (BEV) Untuk Transportasi Jalan juga diterapkan untuk memperkuat insentif fiskal dan non-fiskal serta program mandatori B35.
Pembangunan Ekosistem Kendaraan Listrik
Selain upaya di tingkat nasional, Indonesia juga aktif dalam mendorong pembangunan ekosistem kendaraan listrik secara regional, terutama dalam konteks kepemimpinan Indonesia untuk ASEAN 2023. Langkah ini mencakup pengembangan Ekosistem Kendaraan Listrik dan komitmen untuk mencapai ASEAN Carbon Neutrality.
Airlangga menegaskan pentingnya terus menjadi wadah untuk mendorong inovasi di seluruh sektor demi pembangunan ekonomi hijau dan dekarbonisasi. Semua upaya ini diharapkan akan menjadi dorongan bagi semangat membangun ekonomi berkelanjutan dan ramah lingkungan di Indonesia.