Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, menegaskan Fraksi PKS menolak wacana penggunaan bersama jaringan listrik PLN oleh IPP atau perusahaan listrik swasta. Sebab hal ini akan makin meliberalisasi sektor ketenagalistrikan.
Mulyanto mengingatkan dengan penggunaan bersama jaringan listrik maka penguasaan listrik oleh negara melalui perusahaan negara (PLN) semakin berkurang.
“Dari sistem yang terintegrasi (bundling) dari produksi, transmisi dan distribusi dengan power wheeling ini menjadi semakin terpecah-pecah (unbundling). Dan sebagian pihak swasta yang mengelola.
Ini masalah mendasar terkait filosofi pengelolaan ketenagalistrikan, sebagai cabang usaha penting dan strategis yang dikuasai negara, sesuai amanat konstitusi,” ujar Mulyanto.
Mulyanto menambahkan konsep power wheeling semakin menerabas filosofi dasar pengelolaan listrik oleh negara. Padahal hal tersebut amanah konstitusi.
“Selain itu, di tengah surplus listrik yg lebih dari 60 persen, tekanan operasinal yang besar, termasuk membayar penalti klausul TOP (take or pay) dari IPP; utang yang mencapai Rp. 600 triliun. Belum lagi listrik dari program 35 Giga Watt sudah mulai masuk, maka tekanan terhadap PLN akan semakin besar.
Dengan power wheeling, maka EBT makin bertambah dan wajib mendapat akses ke dalam jaringan PLN, maka tentu akan menambah tekanan pada PLN,” kata Mulyanto.
“Itulah sebabnya dalam draft RUU EBET dari DPR RI tidak ada soal power wheeling. Kita tidak setuju dengan gagasan liberalisasi sektor kelistrikan ini. PKS minta Pemerintah untuk menghapus pasal terkait dgn power wheeling dan segera mengajukan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU EBET,” tegasnya.