Berempat.com – Kondisi dan kebijakan ekonomi Indonesia acap kali dijadikan ladang kritik oleh banyak pihak, terutama dari kelompok oposisi. Bahkan ada beberapa pihak yang menyebut ekonomi Indonesia tidak sehat karena banyaknya hutang. Namun, berbagai klaim tersebut justru berbanding terbalik dengan yang diungkapkan oleh Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN).
Wakil Ketua KEIN Arif Budimanta justru menegaskan bahwa kondisi perekonomian Indonesia saat ini masih stabil. Ia juga menyebut jauh dari arah menuju krisis. Arif bahkan berani membandingkan bahwa situasi perekonomian Indonesia saat ini masih jauh lebih kuat daripada 1997/1998 maupun 2008.
“Kalau kita melihat indikator-indikator ekonomi yang ada, perekonomian kita dapat dipastikan masih sangat sehat,” ujarnya usai diskusi bertajuk ‘Indonesia di Ambang Krisis?’ di Jakarta, Sabtu (14/7).
Kendati demikian, Arif tak menampik kalau saat ini perekonomian Indonesia berada dalam tekanan global, khususnya terkait dengan nilai tukar rupiah. Namun, Arif beranggapan bahwa pergerakan nilai tukar masih sangat stabil. Ia juga menyebut kalau tekanan rupiah saat ini cenderung lebih stabil dibanding dua kali krisis sebelumnya yang menyebut fluktuasi nilai tukar sangat tajam.
Arif menjelaskan, salah satu indikator yang bisa dilihat ialah dari cadangan devisa yang masih stabil. Hingga Maret 2018, rasio cadangan devisa terhadap utang luar negeri masih berada di posisi 35,12%. Sementara pada krisis 1997 rasionya hanya 12,30%. Dengan demikian, kemampuan bank sentral menjaga stabilitas kurs dinilai relatif masih kuat.
Selain itu, menurut data Bank Indonesia (BI) per triwulan I-2018 tercatat adanya transaksi berjalan sebesar US$ 5,5 miliar (2,1% PDB). Angka tersebut lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai US$ 6,0 miliar (2,3% PDB). Kondisi yang baik ini mampu menopang ketahanan sektor eksternal perekonomian Indonesia.
Arif menerangkan, defisit transaksi berjalan sebenarnya terjadi sejak 2011. Hal itu, terutama dipengaruhi oleh pendapatan primer, yaitu berupa pendapatan investasi langsung yang dibayarkan kepada investor non-residen. Hal itu pun diyakini sekaligus menunjukkan bahwa investasi asing di Indonesia makin tumbuh dan marak.
Kehadiran investasi asing sangatlah penting karena ikut mendorong kinerja perekonomian nasional. Selain itu, peningkatan investasi juga berpeluang ikut menurunkan tingkat pengangguran karena kesempatan terserapnya tenaga kerja makin tinggi.
Tak kalah pentingnya, lanjut Arif, hasil survei Penjualan Eceran Bank Indonesia menunjukkan penjualan ritel di Indonesia meningkat. Pada Mei 2018, pertumbuhannya mencapai 8,3% secara tahunan (year on year). Pendukung kenaikan tersebut adalah komoditas sandang serta kelompok makanan, minuman, dan tembakau.
Soal daya beli, Arif justru memastikan bahwa kenaikan penjualan tersebut mengindikasikan jika secara rata-rata daya beli masyarakat masih terjaga dengan baik. Kredit UMKM menjadi salah satu faktor penting terjaganya daya beli masyarakat. Karena itu, Arif meminta agar pemerintah menjaga hal tersebut.
Menjaga daya beli masyarakat, bagi Arif, sangat penting demi menjaga stabilitas perekonomian nasional. Pasalnya, kondisi tersebut mampu menjamin kinerja sektor industri tetap terjaga, yang pada akhirnya berimbas positif terhadap daya serap tenaga kerja.
“Karena itulah, sekali lagi saya tegaskan bahwa kondisi perekonomian Indonesia masih sangat jauh dari krisis. Apalagi pemerintah terus mendorong potensi ekonomi di luar Jawa melalui pembangunan infrastruktur, sehingga dalam jangka panjang akan meningkatkan kinerja perekonomian nasional,” tuturnya.