Pemerintah telah menargetkan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) pada 2019 sebesar Rp140 triliun. Jumlah itu naik dari tahun 2018 sebesar Rp123,8 triliun. Rinciannya, untuk KUR Mikro sebesar Rp62,51 triliun (3.340.324 debitur), KUR Kecil Rp38,89 triliun (254.905 debitur), dan KUR Penempatan TKI Rp602,972 juta (34.366 debitur).
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat, realisasi penyaluran KUR 2019 hingga 31 Agustus 2019 sebesar Rp102,021 triliun yang telah disalurkan kepada 3,6 juta debitur. Meski demikian, jumlah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang naik kelas atau bankable disebut tidak signifikan jumlahnya.
Salah satu penyebabnya adalah penyaluran KUR yang tidak tepat sasaran. Dikhawatirkan para pengusaha UMKM bisa saja beralih ke fintech yang justru akan memunculkan masalah baru di kemudian hari karena suku bunga pinjaman fintech jauh di atas suku bunga KUR yang hanya 7 persen.
Doddy Ariefianto, Pengamat Ekonomi dan Dosen Bina Nusantara University mengatakan UMKM kebanyakan tidak bankable karena awalnya start up. Bank memberikan modal pada pelaku usaha yang sudah establish. Bank juga memberikan kredit dengan kriteria Character, Capacity, Capital, Condition, Collateral atau lima C. Capacity adalah kemampuan usaha yang dimiliki untuk mengembalikan pinjaman bank.
Collateral dimana bank akan mempertimbangkan aset berguna yang dapat dijadikan jaminan kredit. Character, yaitu Bank akan menilai apakah sebuah usaha dan pemiliknya pantas mendapatkan pinjaman kredit, atau tidak. Condition yaitu pihak bank akan menentukan kelayakan usaha yang mendapatkan kredit bank. Capital dimana nilai bersih dan hak pemilik usaha menentukan kelayakan sebuah usaha.
“Di antara kelima itu, collateral atau capital yang membuat bank sulit untuk memberikan pinjaman,” ujarnya usai diskusi publik “Proyeksi Ekonomi Indonesia 2020: Kabinet Baru dan Ancaman Resesi Ekonomi” di Jakarta, Selasa (26/11/2019).
UMKM membutuhkan dana dan dukungan pasar. Ia menilai Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah sekarang masih bersifat administratif sehingga membutuhkan terobosan yang nyata dan berdampak.
“Saat ini kita perlu lembaga yang membiayai dan memberdayakan pelaku UMKM. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah bisa melakukan kerjasama dengan universitas untuk menyusun bagaimana sebaiknya Lembaga itu, bagaimana bisnisnya, tata kelolanya, dananya darimana.
Selama ini belum ada sehingga kita tunggu terobosan dari Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM). Dengan terobosan-terobosan semestinya pelaku UMKM bisa menjadi bankable. Jadi targetnya pelaku UMKM yang sebelumnya tidak bankable bisa menjadi bankable. Kalau sudah bankable artinya mereka sudah komersial dan bisa bersaing dengan perusahaan- perusahaan lain di Indonesia,” paparnya.
Dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah ia berharap lahirnya ide- ide kreatif dan inovatif. “Saat ini lebih banyak mengikuti tren dari luar seperti di luar sedang marak digital kita ikut, di luar berkembang global supply chain kita ikut, padahal ada yang khas dari Indonesia yang bisa dijual,” tambahnya