Top Mortar Gak Takut Hujan
Home Bisnis Platform Belanja Mirip ‘TikTok’ ini Bikin Brand Kecantikan Ternama Panik, Apa Penyebabnya?

Platform Belanja Mirip ‘TikTok’ ini Bikin Brand Kecantikan Ternama Panik, Apa Penyebabnya?

0
Platform Belanja Mirip 'TikTok' ini Bikin Brand Kecantikan Ternama Panik, Apa Penyebabnya? (Screenshot Website Douyin, Toko utama kecantikan TOMMARK)

Warga China semakin tertarik untuk berbelanja di Douyin, sebuah platform video pendek yang mirip dengan TikTok. Fenomena ini tidak hanya menjadi keprihatinan bagi perusahaan e-commerce besar di China, tetapi juga menjadi tantangan bagi merek-merek terkenal seperti L’Oreal dan Estee Lauder.

Douyin dan TikTok adalah aplikasi video pendek yang dimiliki oleh perusahaan yang sama, ByteDance. Meskipun keduanya mirip, Douyin hanya tersedia untuk pengguna di China, sedangkan TikTok dapat diakses oleh pengguna di seluruh dunia kecuali China.

Perubahan Strategi Pemasaran Merek-merek Besar

Menurut laporan dari Reuters, pemilik merek-merek tersebut kini lebih banyak mengalokasikan anggaran pemasaran mereka untuk berjualan melalui platform live streaming seperti Douyin, dibandingkan dengan platform e-commerce seperti Tmall milik Alibaba dan JD.com.

Riset dari eMarketer menunjukkan bahwa penjualan melalui Douyin meningkat hingga 60 persen sepanjang tahun 2023.

PDD Holdings, perusahaan induk dari Pinduoduo dan Temu, juga mencatat pertumbuhan yang signifikan. Kedua platform ini menawarkan barang dengan harga diskon baik di pasar China maupun global. Pendapatan PDD Holdings meningkat 123 persen pada kuartal terakhir tahun 2023.

Persaingan Sengit di Dunia E-commerce

Persaingan yang semakin ketat ini membuat strategi Alibaba dan JD.com menjadi tidak terarah. Kedua perusahaan ini sebelumnya berusaha menarik transaksi produk premium ke platform e-commerce mereka dengan menawarkan produk seperti iPhone, Estee Lauder, dan Tiffany & Co.

Namun, kini keduanya harus berjuang keras untuk mempertahankan pangsa pasar, baik untuk produk premium maupun produk dengan harga terjangkau. Alibaba memilih untuk menawarkan produk premium melalui Tmall, sementara produk dengan harga terjangkau diarahkan ke platform marketplace Taobao.

Analisis dari S&P, Cathy Lai, mengatakan bahwa kebijakan ini dapat memperlambat pertumbuhan pendapatan dan mengikis margin laba perusahaan-perusahaan tersebut. Tahun lalu, Alibaba dan JD.com menghabiskan miliaran yuan untuk subsidi diskon dan voucher di berbagai acara penjualan online, namun pendapatan Alibaba hanya naik 2 persen, sedangkan JD.com hanya naik 3,6 persen.

Jacques Roizen, Managing Director Digital Luxury Group, menyatakan bahwa tren persaingan harga di e-commerce China juga berdampak negatif bagi laba merek-merek kosmetik terkenal seperti L’Oreal dan Estee Lauder. Padahal, e-commerce telah menyumbang hingga 40 persen dari total penjualan kedua perusahaan di China.

Roizen menekankan bahwa pada suatu titik, merek harus menyadari bahwa mereka tidak akan mendapatkan keuntungan melalui platform e-commerce dengan harga terjangkau. Situasi persaingan harga di China diperkirakan akan merugikan baik perusahaan e-commerce maupun merek-merek.

Menurut Roizen, daripada bersaing dalam hal diskon dan promosi, perusahaan seharusnya memanfaatkan platform yang lebih tepercaya dan premium. Baginya, strategi yang dilakukan oleh Alibaba dan perusahaan sejenis hanya akan menyebabkan perlombaan menuju ke bawah yang tidak menguntungkan.

Exit mobile version