Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) memproyeksikan adanya pengurangan anggaran pada kementerian dan lembaga dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.
Sekretaris Jenderal FITRA, Misbah Hasan, mengungkapkan bahwa rata-rata penurunan anggaran tersebut bisa mencapai 10-20 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini diduga berkaitan dengan program makan bergizi yang akan dilaksanakan pada tahun 2025.
Meski begitu, Misbah menekankan bahwa persentase penurunan anggaran K/L masih bersifat dinamis karena masih dalam kerangka Pagu Indikatif dan sedang dalam proses negosiasi di forum Trilateral Meeting antara Bappenas, Kemenkeu, dan K/L teknis, hingga pembacaan Nota Keuangan pada 16 Agustus 2024 nanti.
“Proses penurunan anggaran juga dapat terjadi saat pembahasan RAPBN antara eksekutif dan legislatif pada bulan Agustus hingga Oktober 2024,” ujarnya dalam pernyataan tertulis, Sabtu (29/6).
Program Makan Bergizi Gratis Butuh Anggaran Besar
Menurut simulasi dari Kementerian PPN/Bappenas, program makan bergizi gratis membutuhkan alokasi anggaran sebesar Rp 71 triliun untuk 20 ribu porsi pada tahun 2025. Angka ini merupakan bagian dari kebutuhan alokasi anggaran sebesar Rp 185,2 triliun per tahun. Program ini ditujukan untuk 80 juta siswa pra-sekolah, SD, SMP, SMA, dan Pesantren pada tahun 2029 untuk mengatasi stunting.
Misbah menilai anggaran sebesar Rp 71 triliun untuk program makan bergizi gratis terlalu besar, terutama mengingat skema dan teknis pelaksanaannya belum jelas, apakah akan dikelola oleh satu kementerian atau beberapa kementerian.
“Ini penting karena berkaitan dengan struktur kabinet baru presiden dan wakil presiden Prabowo-Gibran. Uji publik seharusnya dilakukan terlebih dahulu agar tidak ada masalah di tengah jalan,” tambahnya.
Keterbatasan APBN dan Tantangan Tambahan Pendapatan
Misbah menyatakan bahwa keterbatasan ruang APBN dan janji politik membuat pemerintah perlu mencari tambahan pendapatan untuk merealisasikan program makan bergizi gratis, seperti melalui peningkatan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan mencari sumber pendapatan lainnya baik dari pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Lebih lanjut, pemerintah saat ini telah menerapkan Automatic Adjustment sebesar 5 persen ke seluruh K/L. Misbah memprediksi bahwa kebijakan ini mungkin juga akan digunakan untuk program makan bergizi gratis di tahun 2025 dengan persentase yang lebih besar.
“Padahal Automatic Adjustment seharusnya digunakan hanya dalam kondisi darurat akibat ketidakstabilan global,” tegasnya.
Peneliti FITRA, Gurnadi Ridwan, menambahkan bahwa selain masalah teknis dan pendanaan dalam persiapan program makan bergizi gratis, pemerintah juga perlu membuat mitigasi untuk mengatasi kebocoran anggaran dan conflict of interest dalam pengadaan barang dan jasa.
“Jangan sampai program makan siang gratis hanya menjadi ajang pembagian jatah, yang akan berdampak pada efektivitas dan dampak program,” jelasnya.
Gurnadi juga berpendapat bahwa masyarakat tidak akan menerima jika anggaran sebesar Rp 71 triliun banyak dihabiskan untuk administrasi, rapat, dan koordinasi saja. “Oleh karena itu, transparansi anggaran harus jelas,” pungkasnya.