Kebijakan Impor Bijih Nikel: Pasokan Bahan Baku dan Cadangan Indonesia

0
602
Impor Bijih Nikel
Kebijakan Impor Bijih Nikel: Pasokan Bahan Baku dan Cadangan Indonesia
Pojok Bisnis

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa beberapa perusahaan Indonesia telah melakukan pembelian atau impor bijih nikel dari luar negeri.

Hal ini menarik perhatian mengingat Indonesia adalah negara produsen nikel terbesar di dunia saat ini.

Muhammad Wafid, Plt. Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara di Kementerian ESDM, menyampaikan bahwa beberapa perusahaan telah mengimpor bijih nikel dari Filipina. Alasannya adalah karena pasokan bahan baku di dalam negeri terbatas.

“Wafid menjelaskan bahwa isu mengenai impor bijih nikel dari Filipina muncul karena smelter di Indonesia mengalami kekurangan bahan baku,” demikian katanya dalam pernyataan di Gedung Kementerian ESDM pada hari Senin (28/8/2023).

PT Mitra Mortar indonesia
Pasokan Bijih Nikel Untuk Smelter

Namun, Wafid meyakinkan bahwa berdasarkan perhitungan Rencana Keuangan dan Anggaran Biaya (RKAB) yang telah disusun, pasokan bijih nikel untuk smelter di Indonesia seharusnya mencukupi.

“Setelah saya menghitung semua RKAB yang telah kita setujui, jumlah bijih nikel yang dibutuhkan ternyata masih mencukupi. Tidak ada kekurangan di wilayah Sulawesi Utara. Sehingga, impor mungkin merupakan pilihan yang berkaitan dengan hal-hal lain,” tambah Wafid.

Sebelumnya, Kementerian ESDM telah memperkirakan bahwa cadangan nikel Indonesia hanya akan bertahan selama 10-15 tahun ke depan. Oleh karena itu, penting untuk segera melakukan kegiatan eksplorasi guna menemukan cadangan baru.

Agus Tjahajana Wirakusumah, Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri sektor ESDM, mengemukakan bahwa diperlukan moratorium atas pembangunan smelter nikel baru.

Terutama smelter yang menggunakan teknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang menghasilkan produk nikel kelas dua seperti nickel pig iron (NPI) dan feronikel (FeNi).

“Ide Menteri untuk memberlakukan moratorium adalah langkah yang lebih bijak daripada menghadapi kesulitan di masa mendatang. Cadangan nikel diperkirakan hanya akan mencukupi selama 10 hingga 15 tahun berdasarkan perkiraan dari Minerba, mungkin sekitar 13 tahun. Ini adalah perkiraan pertengahan yang harus diperhatikan,” ungkapnya dalam acara Mining Zone CNBC Indonesia pada Rabu (23/8/2023).

Agus menjelaskan bahwa pembatasan pembangunan smelter baru dengan teknologi RKEF perlu dilakukan mengingat jumlah smelter jenis ini sudah cukup banyak. Berdasarkan data Kementerian ESDM, terdapat 97 proyek smelter yang menggunakan teknologi tersebut.

“Kita harus mempertimbangkan banyaknya jumlah tersebut. Apakah masih ada cadangan atau tidak,” ujarnya.

Agus menambahkan bahwa moratorium atas pembangunan smelter baru hanya akan berlaku untuk smelter berjenis RKEF. Sementara itu, pemerintah tetap terbuka terhadap pembangunan smelter baru dengan teknologi hidrometalurgi.

“Moratorium ini tidak berarti bahwa semua smelter akan ditutup. Yang dihimbau oleh Menteri adalah smelter pirometalurgi, namun tidak termasuk smelter hidrometalurgi. Pintu masih terbuka untuk pengembangan smelter jenis tersebut,” tambahnya.

DISSINDO
Top Mortar Semen Instan