Industri manufaktur di Indonesia mengalami kebangkitan pada bulan Juli berkat peningkatan permintaan yang signifikan. Pertumbuhan permintaan baru yang cepat dan efisiensi dalam proses produksi telah menyebabkan lonjakan aktivitas produksi di awal kuartal ketiga.
Keberhasilan ini tercermin dari hasil Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global. Pada bulan Juli, PMI mencapai 53,3, mengalami kenaikan yang signifikan dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatat 52,5.
“Momen ekspansi bulan Juli ini merupakan yang tertinggi sejak September 2022, yaitu selama 10 bulan terakhir. Selain itu, PMI manufaktur telah menunjukkan konsistensi dalam ekspansi selama 23 bulan berturut-turut,” ungkap Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, di Jakarta pada Selasa (1/8).
PMI Manufaktur Indonesia pada bulan Juli juga melampaui PMI Manufaktur negara-negara tetangga seperti Malaysia (47,8), Vietnam (48,7), Filipina (51,9), Taiwan (44,1), China (49,2), Jepang (49,6), dan Korea Selatan (49,4). Bahkan, Indonesia juga melampaui PMI dari negara maju seperti Amerika Serikat (49,0) dan Jerman (38,8).
Capaian ini menunjukkan tingginya tingkat optimisme para pelaku industri manufaktur di Indonesia, meskipun kondisi global belum stabil dan pasar dunia mengalami pelemahan.
Agus menambahkan bahwa kepercayaan industri juga tercermin dalam Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada bulan Juli, yang mencapai angka 53,31. Ini berarti, tingkat ekspansi PMI Manufaktur Indonesia dan IKI berjalan seiring.
Dari segi kepercayaan bisnis, PMI manufaktur Juli 2023 menunjukkan bahwa para pelaku industri tetap optimis mengenai prospek produksi dalam setahun ke depan. Secara umum, perusahaan meyakini bahwa penjualan akan meningkat seiring dengan pemulihan kondisi ekonomi.
Mayoritas responden Indeks Kepercayaan Industri (IKI) sebesar 66,1% optimis mengenai prospek usaha dalam enam bulan mendatang. Mereka yakin bahwa kondisi pasar akan membaik, dan keyakinan ini berkaitan dengan adanya kebijakan yang lebih baik dari pemerintah pusat.
Menteri Perindustrian menegaskan bahwa beberapa indikator menunjukkan bahwa Indonesia tidak mengalami deindustrialisasi. Pertumbuhan industri masih berada pada level ekspansif dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), termasuk kontribusi dari ekspor dan pajak.
Karena itu, pemerintah bertekad untuk terus menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi para pelaku industri di Indonesia. Salah satu langkah yang diambil adalah mempercepat pengembangan ekosistem kendaraan bermotor berbasis listrik. Sejumlah kebijakan telah diterapkan, termasuk evaluasi persyaratan pembelian sepeda motor listrik, relaksasi regulasi, dan insentif guna meningkatkan daya saing Indonesia di kancah global dalam pengembangan kendaraan listrik.