Maraknya laporan penipuan online kembali mencuat dan menjadi perhatian publik. Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti peningkatan signifikan laporan masyarakat atas aksi kejahatan digital, yang hingga 15 Oktober 2025 telah mencapai 297.217 kasus dengan nilai kerugian fantastis sekitar Rp7 triliun. Data tersebut dihimpun dari Indonesia Antiscam Center, menggambarkan betapa seriusnya ancaman penipuan siber bagi keamanan finansial masyarakat.
Satgas Pasti menyampaikan temuan ini usai mengikuti konferensi pers di Polda Metro Jaya terkait kasus penipuan investasi yang berkedok pelatihan saham dan aset kripto. Salah satu korban bahkan mengalami kerugian hingga lebih dari Rp3 miliar akibat aksi kejahatan terorganisir tersebut. Perkembangan ini menambah daftar panjang laporan penipuan online yang membutuhkan penanganan serius dan cepat.
Manajer Madya Satgas Pasti, Aditya Mahendra, menegaskan pentingnya kewaspadaan publik di tengah banyaknya modus kejahatan digital yang terus berkembang. “Kami mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap beragam modus scam yang semakin marak,” ujar Aditya saat memberikan keterangan di Gedung Promoter, Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (31/10).
Aditya turut mengapresiasi keberhasilan jajaran Polda Metro Jaya dalam mengungkap jaringan penipuan lintas negara tersebut. Ia menekankan bahwa koordinasi erat antara otoritas keuangan dan aparat penegak hukum menjadi kunci dalam meminimalkan risiko bagi masyarakat. Menurutnya, Satgas siap berkolaborasi lebih jauh dalam merespons setiap laporan penipuan online yang diterima agar proses penindakan dapat berjalan cepat dan tepat sasaran.
Pola Penipuan dan Platform yang Banyak Disalahgunakan
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, AKBP Fian Yunus, memaparkan perkembangan penanganan kasus kejahatan digital. Dari total 2.597 laporan polisi yang diterima, 1.553 di antaranya merupakan kasus penipuan online, dengan estimasi kerugian mencapai Rp16 miliar. Data ini menjadi cerminan situasi yang makin mengkhawatirkan bagi keamanan digital masyarakat Indonesia.
Fian menjelaskan bahwa pelaku paling sering memanfaatkan platform pesan instan WhatsApp sebagai sarana utama dalam menjalankan aksinya. Setelah itu, media sosial seperti Instagram, Facebook, dan Telegram juga kerap dijadikan medium untuk menarik calon korban. Selain menggunakan platform digital, para pelaku memakai kartu prabayar berbasis Mobile Station International Subscriber Directory Number (MSISDN) hingga rekening bank untuk menampung dana kejahatan.





