Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mencatat prestasi positif dari sektor fintech lending dalam mendukung pertumbuhan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia. Pada bulan Mei 2023, nilai pembiayaan yang disalurkan oleh fintech lending kepada pelaku UMKM mencapai angka sebesar Rp19,75 triliun, yang setara dengan 38,4 persen dari total outstanding pembiayaan fintech lending.
Sekar Putih Djarot, Pelaksana Tugas Kepala Grup Komunikasi Publik OJK, memberikan rincian bahwa pembiayaan ini sebagian besar diarahkan kepada individu dengan nilai sekitar Rp45,64 triliun. Dalam kategori ini, pembiayaan untuk UMKM mencapai Rp15,63 triliun, sementara yang tidak termasuk UMKM sebesar Rp30,01 triliun. Selain itu, terdapat juga pembiayaan sebesar Rp5,82 triliun yang diberikan kepada Badan Usaha.
Total nilai pembiayaan dari fintech lending secara keseluruhan mencapai Rp51,46 triliun,” jelas Sekar.
Namun, OJK juga mencatat adanya perlambatan pertumbuhan nilai pembiayaan dari fintech peer to peer (P2P) lending pada bulan Juni 2023, yang hanya tumbuh sebesar 18,86 persen dibanding tahun sebelumnya (Mei 2023: 28,11 persen). Meskipun begitu, nilai nominal pembiayaan pada bulan Juni ini tetap signifikan, mencapai Rp52,70 triliun.
“Aman Santosa, Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, menyebutkan bahwa tingkat risiko kredit secara agregat (TWP90) mengalami penurunan menjadi 3,29 persen pada Mei 2023, menunjukkan perbaikan dari angka sebelumnya yaitu 3,36 persen.
Industri fintech di Indonesia, yang diwakili oleh Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH), telah membuktikan kontribusinya. Hingga kuartal ketiga tahun 2022, industri fintech di Indonesia telah mendominasi sekitar 33% dari total pendanaan perusahaan fintech di wilayah Asia Tenggara, menjadikannya yang terbesar kedua setelah Singapura yang memiliki 43% pendanaan.
Selain memberikan dampak pada sektor ekonomi, industri fintech Indonesia juga memiliki potensi dalam meningkatkan inklusi keuangan. Data dari Laporan World Bank menunjukkan bahwa sekitar 97,74 juta penduduk dewasa di Indonesia masih belum memiliki akses ke layanan keuangan perbankan.
OJK juga telah mencatat adanya 26 fintech P2P lending yang belum memenuhi kewajiban pemenuhan ekuitas minimum sebesar Rp2,5 miliar. Kewajiban ini akan berlaku mulai 4 Juli 2023. Aman Santosa menjelaskan bahwa OJK telah meminta rencana aksi untuk memenuhi ekuitas minimum dari fintech P2P lending yang belum memenuhi persyaratan ini, dan akan melakukan pemantauan secara berkelanjutan.
Beberapa di antaranya juga masih dalam tahap persetujuan perubahan modal untuk memenuhi persyaratan ekuitas minimum Rp2,5 miliar. Bagi penyelenggara fintech P2P lending yang telah mengajukan rencana perbaikan tetapi belum mengajukan permohonan tambahan modal, mereka diberikan waktu hingga 4 Oktober 2023 untuk melaksanakan langkah tersebut. Selain itu, bagi fintech P2P lending yang telah mendapatkan izin usaha dari OJK selama 3 tahun tetapi masih belum memenuhi jumlah ekuitas minimum yang diwajibkan, langkah-langkah yang tepat perlu diambil.