Peningkatan kasus penipuan online di Kawasan Asia Tenggara dalam tiga tahun terakhir telah menimbulkan keprihatinan yang mendalam, terutama karena banyaknya Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban.
Untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman publik tentang masalah ini, Direktorat Pelindungan WNI Kementerian Luar Negeri bekerjasama dengan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) menyelenggarakan seminar dan diskusi publik dengan tema “Pencegahan Kasus Penipuan Online dan Perlindungan WNI di Luar Negeri” di Gedung Pasca Sarjana UNY pada tanggal 21 Juli.
Acara tersebut melibatkan beberapa narasumber dari Ditjen Protokol dan Konsuler Kemlu, UNY, serta lembaga terkait, dan dihadiri oleh 130 peserta, termasuk akademisi dan perwakilan dari berbagai dinas terkait di daerah.
Pembicara dalam acara tersebut termasuk Wakil Rektor Bidang Riset, Kerja Sama, Sistem Informasi, dan Usaha, Prof. Dr. Edi Purwanta, M.Pd., serta Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler, Duta Besar Andy Rachmianto, yang memberikan sambutan. Para pembicara lainnya antara lain Direktur PWNI, Judha Nugraha, Penyidik Madya Tingkat II Bareskrim Polri, KBP Burkhan Rudi Satria, dan Anggota Komnas Ham, Anis Hidayah, SH., MH.
Dalam sambutannya, Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler menegaskan bahwa perlindungan terhadap WNI di luar negeri adalah salah satu prioritas pemerintah yang berlaku untuk setiap WNI, terutama bagi mereka yang menjadi korban penipuan online yang jumlahnya meningkat hingga delapan kali lipat dalam tiga tahun terakhir.
Mahasiswa menjadi fokus diskusi publik kali ini karena karakteristik korban penipuan ini berbeda dari korban eksploitasi dan perdagangan orang pada umumnya. Para korban penipuan online rata-rata berusia produktif, berpendidikan, pencari kerja, dan memiliki pemahaman tentang teknologi. Kegiatan diskusi ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman khususnya di kalangan mahasiswa dan masyarakat umum, sehingga mereka dapat berperan aktif dalam mencegah terjebak dalam kejahatan dengan modus penipuan online.
Beberapa topik yang dibahas dalam diskusi antara lain adalah perlunya menangani kerentanan dan memberikan insentif bagi korban penipuan online maupun Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPO) pada umumnya agar bersedia mengikuti seluruh proses peradilan. Hal ini disebabkan karena banyak korban yang tidak mau melapor atas kasus yang dialaminya karena takut akan ancaman, rasa malu, dan adanya pelaku yang berasal dari lingkaran terdekat korban. Faktor ekonomi juga menjadi pendorong orang-orang terjerumus ke dalam modus penipuan online, sehingga menjadi salah satu tantangan yang serius yang harus dihadapi.
Diskusi publik diawali dengan Focus Group Discussion berjudul “Trapped in Deceit: Responding to the Trafficking in Persons Fuelling the Expansion of Southeast Asia’s Online Scam Centres” yang telah berlangsung pada tanggal 20 Juli. Diskusi tersebut membahas Policy Brief dari Bali Process Regional Support Office dan melibatkan berbagai pihak, termasuk Kantor Staf Presiden, Badan Pemeriksa Keuangan, Kejaksaan Agung, Kementerian Sosial, Kementerian Tenaga Kerja, Komnas HAM, serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.