Para importir bawang putih menyampaikan kritik terhadap langkah Kantor Staf Presiden (KSP) yang berencana memanggil mereka terkait pelaksanaan impor. Mereka berpendapat bahwa KSP tidak memiliki wewenang untuk melakukan pemanggilan tersebut.
Menurut para importir, ada pihak-pihak yang mendorong KSP untuk turun tangan dalam masalah ini. Mereka menuding bahwa pihak yang mengadu kepada KSP bukanlah importir bawang putih yang sebenarnya.
Sebagaimana diketahui, KSP di bawah pimpinan Moeldoko menyatakan akan memanggil importir bawang putih terkait realisasi impor bawang putih tahun 2024. Hal ini diungkapkan oleh Deputi III KSP Bidang Perekonomian Edy Priyono dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi yang diselenggarakan oleh Kemendagri pada Senin (13/5/2024).
Menurut Edy, pemanggilan tersebut adalah tindak lanjut dari rapat khusus yang digelar KSP pada 8 Mei 2024, yang membahas harga bawang putih bersama Kementerian Perdagangan, Kemenko Perekonomian, Badan Pangan Nasional (Bapanas), dan Satgas Pangan Polri.
Menanggapi hal ini, Jaya Sartika, importir bawang putih sekaligus anggota Perkumpulan Pelaku Usaha Bawang Putih dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo), mengatakan bahwa pertemuan tersebut diinisiasi oleh kelompok yang bukan importir bawang putih sebenarnya. Menurutnya, kelompok tersebut mengadu ke berbagai pihak karena mereka tidak mendapatkan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan Surat Persetujuan Impor (SPI).
“Pemanggilan ini biasanya diinisiasi oleh mereka yang tidak memiliki izin dan belum bisa menjalankan proses RIPH dan SPI, sehingga mereka mengadu ke berbagai pihak, seolah-olah ini inisiatif dari KSP, padahal bukan. Dan mereka bukan importir bawang putih yang sebenarnya,” kata Jaya seperti dikutip dari CNBC Indonesia pada Rabu (15/5/2024).
Jaya juga menegaskan bahwa baik dirinya maupun Pusbarindo belum menerima undangan resmi dari KSP terkait pemanggilan tersebut. Ia menyatakan bahwa jika pemanggilan ini untuk kepentingan umum, undangan seharusnya disebar secara terbuka melalui media elektronik dan media sosial.
“Saya maupun Pusbarindo tidak menerima undangan. Jika ini untuk kepentingan umum, undangan seharusnya disebarkan secara terbuka melalui media elektronik, media sosial, dan lain-lain. Ini kami tidak diinformasikan. Ini berarti hanya pesanan dari kelompok tertentu yang tidak bisa melalui proses RIPH dan SPI mereka,” pungkasnya.