Fenomena Jasa Penukaran Uang Baru Menjelang Lebaran, Apa Hukumnya?

0
293
Fenomena Jasa Penukaran Uang Baru Menjelang Lebaran, Apa Hukumnya?
Fenomena Jasa Penukaran Uang Baru Menjelang Lebaran, Apa Hukumnya? (Ilustrasi Foto Penukaran Uang Baru, Sumber: Jawa Pos)
Pojok Bisnis

Menjelang Hari Raya Idul Fitri, muncul fenomena jasa penukaran uang baru yang menjamur di pinggir jalan. Para penyedia jasa ini menjajakan uang pecahan baru dengan imbalan fee atau komisi tertentu. Keberadaan mereka memudahkan masyarakat yang ingin mendapatkan uang baru untuk keperluan seperti THR, sedekah, atau bagi-bagi angpao lebaran.

Meski begitu, praktik jasa penukaran uang baru ini sebenarnya ilegal dan tidak resmi. Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa penukaran uang rupiah secara resmi hanya bisa dilakukan oleh BI atau pihak yang telah ditunjuk oleh BI seperti perbankan.

Aturan Hukum Penukaran Uang Baru

Merujuk pada UU Mata Uang, Peraturan BI, dan Peraturan Anggota Dewan Gubernur BI, tidak ada aturan yang secara spesifik mengatur sanksi bagi penyedia jasa penukaran uang baru ilegal. Namun, praktik tersebut berpotensi melanggar peraturan daerah terkait ketertiban umum jika dilakukan sembarangan di pinggir jalan.

Selain itu, penyedia dan pengguna jasa penukaran uang baru ilegal juga menanggung sejumlah risiko, di antaranya:

PT Mitra Mortar indonesia
  • Tidak ada jaminan keaslian uang yang ditukarkan
  • Rentan terjadi penipuan
  • Dikenakan komisi yang memberatkan
  • Berpotensi menimbulkan kerumunan yang melanggar protokol kesehatan

Perspektif Hukum Islam

Dalam pandangan Islam, hukum penukaran uang baru menjelang lebaran tergantung pada akad transaksinya. Jika dilihat dari uang sebagai objek yang ditukarkan, penukaran dengan kelebihan jumlah tertentu hukumnya haram karena termasuk riba.

Riba fadhl atau riba dalam pertukaran adalah pertukaran antara barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda dan diserahkan secara tunai. Misalnya, menukarkan Rp1 juta dengan pecahan baru senilai Rp1 juta namun hanya menerima Rp970 ribu.

Namun, jika dilihat dari sisi jasanya, penukaran uang dengan komisi atau fee tertentu hukumnya mubah (boleh) karena termasuk akad ijarah atau jual beli jasa. Ijarah tidak termasuk riba selama tidak ada kelebihan dalam jumlah uang yang ditukarkan.

Sebagai solusi, disarankan agar dalam praktik penukaran uang diniatkan sebagai akad ijarah, sehingga fee yang dikenakan dianggap sebagai upah jasa bukan tambahan dari nilai tukar uang. Masyarakat juga diimbau untuk memanfaatkan layanan penukaran resmi dari BI dan perbankan.

Solusi Penukaran Uang Baru yang Legal 

Sebagai solusi, BI bersama perbankan menyediakan layanan penukaran uang rupiah resmi menjelang lebaran. Untuk tahun 2024, program Semarak Rupiah Ramadan dan Berkah Idul Fitri (Serambi) menyediakan layanan di 4.264 titik kantor bank dan kas keliling BI di seluruh Indonesia.

Masyarakat bisa menukarkan uang dengan nominal maksimal Rp 4 juta per orang. Caranya dengan mendaftar online via aplikasi PINTAR di laman pintar.bi.go.id, lalu menukarkan uang sesuai jadwal dan lokasi yang dipilih. Dengan menukarkan uang baru secara resmi, masyarakat bisa lebih tenang dan terhindar dari risiko penipuan.

Meski marak terjadi dan memudahkan, praktik jasa penukaran uang baru ilegal menjelang lebaran sebenarnya menyalahi aturan dan berisiko merugikan masyarakat.

Dalam pandangan Islam, hukumnya tergantung pada akad transaksinya. Jika bermaksud menukarkan uang dengan kelebihan jumlah tertentu, maka hukumnya haram karena termasuk riba fadhl. Namun jika hanya membayar fee atau komisi atas jasa penukaran, maka hukumnya mubah atau dibolehkan.

Sebaiknya masyarakat memanfaatkan layanan penukaran uang resmi yang disediakan BI dan perbankan demi keamanan dan kenyamanan bersama. Pemerintah juga perlu memberikan sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat terhadap aturan yang berlaku.

DISSINDO
Top Mortar Semen Instan