Anggota Komisi I DPR RI, Christina Aryani, mengajukan permintaan kepada Kementerian Luar Negeri RI untuk memberikan perhatian terhadap meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara di Bali yang bekerja sambilan untuk kepentingan bisnis, meskipun hanya memiliki visa turis.
“Dalam konteks ini, kami mendorong Kemenlu agar isu ini juga menjadi perhatian. Melalui Dubes warga asing di Indonesia bisa dikeluarkan semacam imbauan terkait larangan bekerja tanpa izin untuk warga negaranya di Indonesia, khususnya Bali,” ujar Christina dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (29/5).
Christina mengungkapkan bahwa maraknya praktik wisatawan mancanegara yang bekerja sambilan di Bali tidak hanya melibatkan masalah keimigrasian dan ketenagakerjaan, tetapi juga terkait diplomasi antarnegara.
“Kami mendorong dua pihak untuk bergerak, baik pemerintah kita sendiri maupun otoritas negara asal warga negara asing,” tambahnya.
Selain melanggar peraturan keimigrasian, Christina juga menyoroti isu penting dari meningkatnya fenomena wisatawan mancanegara yang bekerja sambilan di Bali, yaitu pengambilalihan lapangan kerja warga lokal.
“Keluhan terkait ini semakin marak belakangan ini, dan Bali bukan hanya menjadi tempat wisata bagi para turis, tetapi juga tempat mereka mencari uang,” ungkapnya.
Menurut Christina, berbagai temuan di lapangan menunjukkan bahwa wisatawan mancanegara dapat dengan mudah melakukan pekerjaan seperti menyewakan kendaraan, bekerja di salon, menjadi fotografer, dan jenis pekerjaan lainnya yang seharusnya dapat dilakukan oleh warga setempat.
“Kami tidak menolak investasi asing masuk, sebaliknya, kami sangat mendukung hal tersebut selama sesuai dengan regulasi yang ada. Isu yang kami angkat terkait pekerjaan-pekerjaan yang diambil alih oleh warga negara asing yang bukan merupakan keahlian khusus, padahal pekerjaan tersebut sebenarnya dapat dilakukan oleh warga kita sendiri,” jelasnya.
Christina menilai bahwa selain penerapan aturan yang perlu diperkuat, meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara yang mengambil alih pekerjaan warga lokal juga disebabkan oleh kurangnya kontrol dan pengawasan.
Bahkan, menurutnya, isu mengenai tingginya jumlah wisatawan mancanegara yang menetap dan mencari penghidupan di Bali dapat mengganggu kedaulatan negara jika tidak segera ditangani.
“Kami juga melihat bahwa semakin banyak turis yang berperilaku mengganggu dan menyebabkan konflik dengan warga lokal. Beberapa orang terkesan seolah-olah mereka sedang membangun kerajaan mereka di Bali. Hal ini tidak sehat. Memang, Bali adalah tempat wisata yang siap menerima siapa pun, tetapi kepentingan kedaulatan negara tetap harus kita jaga bersama,” tegas Christina.
Sebelumnya, pada Minggu (28/5), Gubernur Bali, Wayan Koster, mengungkapkan bahwa sudah ada 129 orang wisatawan mancanegara yang dideportasi sejak Januari hingga Mei 2023 karena melanggar peraturan perundang-undangan dan ketentuan pariwisata di Bali.
“Terkait dengan berbagai pelanggaran yang terjadi, kami telah mengambil tindakan, termasuk melakukan deportasi terhadap 129 orang sejak Januari lalu. Jumlah ini cukup banyak dan menunjukkan responsivitas kami,” kata Koster di Denpasar, Minggu.
Selain deportasi, Gubernur Bali juga menyebut bahwa tindakan hukum pidana telah dilakukan terhadap 15 orang wisatawan mancanegara yang melanggar peraturan dan melanggar izin visa. Selain itu, sebanyak 1.100 orang juga telah diproses hukum karena pelanggaran lalu lintas.