Harga emas dunia terus melemah pada akhir perdagangan Kamis (11/5/2023) waktu setempat atau Jumat pagi WIB, menunjukkan tren negatif yang berlanjut selama beberapa hari terakhir. Pasar emas mengalami tekanan dengan harga emas spot turun 0,75 persen menjadi 2.014,30 dolar AS per ons, seperti yang dilaporkan oleh CNBC. Namun, di sisi lain, harga emas berjangka Comex di bursa New York Exchange justru mengalami kenaikan sebesar 0,8 persen, mencapai level 2.020,50 dolar AS per ons.
Pelemahan harga emas dunia ini terutama dipengaruhi oleh penguatan dollar AS yang semakin perkasa. Pada perdagangan sebelumnya, indeks dollar AS mencapai posisi tertinggi dalam delapan hari terakhir, dengan penutupan pada level 102,06. Ketika dollar AS menguat, permintaan terhadap emas cenderung menurun, karena harga emas yang diukur dalam mata uang lain menjadi lebih mahal.
Selain faktor nilai tukar, para investor juga memperhatikan komentar dari Kepala Federal Reserve Minneapolis, Neel Kashkari, yang menyebutkan bahwa suku bunga yang tinggi masih akan diperlukan jika inflasi tetap tinggi. Meskipun demikian, para analis masih melihat potensi penguatan harga emas. Mereka menyoroti fakta bahwa laju inflasi belum mencapai target yang ditetapkan oleh Federal Reserve (The Fed), serta adanya risiko pelemahan ekonomi AS.
Pada bulan April 2023, inflasi AS melandai menjadi 4,9 persen (year on year/yoy), angka yang lebih rendah dari perkiraan pasar sebesar 5 persen. Meskipun terjadi penurunan, tingkat inflasi tersebut masih jauh di atas target yang diinginkan oleh The Fed, yaitu 2 persen. Secara bulanan, inflasi AS pada bulan April mencapai 0,4 persen (month to month), yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi bulan Maret yang hanya sebesar 0,1 persen.
Analis meyakini bahwa dengan tingkat inflasi yang masih tinggi di tengah-tengah kondisi ekonomi AS yang sedang melambat, The Fed cenderung tidak merasa perlu untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut. Hal ini dapat menjadi faktor yang mendukung penguatan harga emas dalam jangka pendek, meskipun masih ada beberapa risiko yang perlu diwaspadai.
David Meger, Direktur Perdagangan Logam di High Ridge Futures, menyatakan, “Dengan inflasi yang masih tinggi di tengah kemunduran ekonomi AS, The Fed cenderung tidak merasa perlu untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut, sehingga menjaga emas dalam tren sideways menuju kenaikan.”
Perlu dicatat bahwa emas sering kali dianggap sebagai aset safe haven atau tempat perlindungan nilai saat terjadi ketidakpastian di pasar keuangan. Selain itu, emas juga dianggap sebagai perlindungan terhadap nilai mata uang yang merosot atau potensi risiko pelemahan ekonomi. Oleh karena itu, meskipun harga emas mengalami pelemahan dalam beberapa hari terakhir, masih ada faktor-faktor yang dapat mendukung potensi kenaikan harga emas di masa depan.
Meskipun laju inflasi AS melandai pada bulan April, masih ada kekhawatiran terkait inflasi yang tinggi dan belum mencapai target yang diinginkan oleh The Fed. The Fed mungkin akan melanjutkan kebijakan moneter yang akomodatif untuk menjaga stabilitas ekonomi dan menekan inflasi yang tinggi. Dalam skenario seperti ini, emas dapat menjadi pilihan bagi investor sebagai aset lindung nilai.
Selain itu, ada faktor-faktor global yang juga dapat mempengaruhi harga emas. Ketegangan geopolitik, kebijakan moneter dari bank sentral utama di dunia, dan ketidakpastian ekonomi global dapat memicu lonjakan harga emas. Investor sering kali mencari aset safe haven seperti emas saat terjadi gejolak di pasar keuangan atau ketidakpastian global yang meningkat.
Di sisi lain, beberapa analis meyakini bahwa emas dapat tetap berada dalam tren sideways dalam waktu dekat. Meskipun ada faktor-faktor yang mendukung kenaikan harga emas, masih ada tantangan yang harus dihadapi, seperti penguatan dollar AS dan potensi pemulihan ekonomi yang lebih cepat dari yang diperkirakan.