Pemilu 2019 meninggalkan cerita pilu. Dalam sejarah pemilihan umum yang berlangsung di Indonesia, baru kali ratusan orang meninggal. Mulai dari petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Panitia Pengawas (Panwas) dan polisi. Dalam data terbaru, lebih dari 600 orang petugas yang meninggal.
Dr Umar Zein, Ketua Program Studi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara, menjelaskan dalam ilmu kedokteran, tidak ada kelelahan menjadi penyebab kematian.
“Kelelahan mungkin bisa sebagai pemicu gangguan akut atau eksaserbasi dari penyakit kronik yang diidap. Namun sekali lagi, ini butuh pembuktian melalui pemeriksaan medis yang cermat,” ujarnya.
Ia pun mengurai pada zaman penjajahan Belanda, banyak pekerja paksa yang ditugaskan Deandels membuat jalan lintas Anyer-Panurakan. Mereka dipaksa bekerja membuat parit, memecah batu gunung dan mengangkat bahan-bahan yang diperlukan.
“Mereka bekerja siang malam tak tentu waktu istirahat dan makan. Namanya juga kerja paksa. Mereka pasti kelelahan dan kekurangan gizi, kehausan, kelaparan sehingga daya tahan tubuhnya melemah, akhirnya jatuh sakit. Banyak yang terkena Malaria tropika, kejang-kejang, koma, kemudian meninggal,” ujar Umar Zein.
Sedangkan, kondisi berbeda menurut Umar Zein dialami Petugas Pemilu yang bekerja di TPS atau di tempat lain.
“Mereka cukup mendapatkan minuman dan makanan, bukan kerja paksa, ada waktu istirahat meski bergantian, boleh permisi bila kondisi darurat,” lanjutnya.
“Kelelahan tidak bisa langsung menyebabkan kematian. Ada tiga “pintu” kematian, yaitu otak, jantung dan paru. Bila otak tidak cukup mendapat oksigen oleh berbagai sebab, misalnya penyumbatan pembuluh darah, maka terjadi kematian sel-sel otak. Tetapi pasien tidak langsung mati. Ada mekanisme kompensasi untuk mempertahankan kehidupan sel-sel yang lain. Bahkan kematian Batang Otak disebut kematian secara medis, butuh waktu beberapa jam untuk kemudian terjadi kematian biologis, setelah jantung dan paru berhenti berfungsi,” tuturnya.
Dia menegaskan gagal Jantung, gagal ginjal, gagal hati, tidak langsung mati, mungkin koma dulu beberapa hari bahkan lebih.
Dia mengurai kelelahan petugas Pemilu pastilah tidak sampai 1/1000 dari kelelahan pada pekerja paksa zaman Belanda. Kelelahan mungkin bisa sebagai pemicu gangguan akut atau eksaserbasi dari Penyakit kronik yang diidap.
“Ini butuh pembuktian pemeriksan medis yang cermat. Lalu, mengapa diberitakan di media, banyak petugas Pemilu meninggal dunia akibat kelelahan? Ini pembodohan pada rakyat awam atau orang yang tidak faham ilmu medis, atau sedikit tahu ilmu medis,” ungkapnya.
“Penyebab kematian tidak sesederhana itu. Kematian mendadak (sudden death) secara medis, akibat proses di jantung, paru atau otak atau gabungannya,” jelasnya.
Umar berkesimpulan, ‘kejujuran’ pihak rumah sakit tentang penyebab kematian juga menjadi penting untuk menerbitkan rekomendasi dari kalangan akademisi kesehatan bagaimana agar dampak petaka kepemiluan tidak terulang kepada para petugas.
“Rekomendasi baru akan muncul jika diterbitkan jika ada investigasi soal itu,” katanya.