Istilah people power belakangan ini sering kita dengar. Sosok Amin Rais, pertama kali mengatakan ini berkaitan dengan Pemilu. Ia menegaskan beberapa waktu lalu akan melakukan people power kalau Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan kecurangan dalam Pemilu 2019. Seperti kita ketahui bersama Amin rais adalah pendukung Calon Presiden no urut 02 Prabowo Sandi.
People power sendiri adalah aksi penggulingan kekuasaan Presiden secara paksa melalui aksi demonstrasi rakyat. Seluruh rakyat dimobilisasi turun ke jalan agar Presiden meletakkan jabatannya karena dinilai telah melanggar konstitusi atau melakukan penyimpangan.
Masih kental dalam ingatan kita, pada tanggal 21 Mei 1998, tepatnya 20 tahun lalu, gerakan reformasi ini juga pernah ada dan menumbangkan Rezim Orde Baru yang telah berkuasa 32 tahun lamanya saat itu.
Bukan saja dalam negeri ada beberapa, sebut saja penguasa yang harus kehilangan jabatan-nya karena aksi people power, Misalnya;
-Ferdinand Marcos, Terpilih sebagai Presiden Filipina pada 1964. Selama dua dekade masa pemerintahannya, kronisme dan korupsi meluas. Miliaran uang negara disedot ke rekening pribadi Marcos di Swiss. Pada 1986, Marcos kembali terpilih menjadi Presiden Filipina. Namun pemilu yang diduga dipenuhi kecurangan, intimidasi dan kekerasan ini. Marcos akhirnya diturunkan dari jabatannya dalam Revolusi EDSA pada tahun sama.
-Hosni Mubarak, Mubarak menjabat sebagai Presiden Mesir selama 3 dekade sejak 1981. Pada 11 Februari 2011, Mubarak yang berusia 83 tahun akhirnya mengundurkan diri dari kursinya sebagai presiden menyusul aksi unjuk rasa besar-besaran oleh rakyat Mesir selama 18 hari di awal 2011 yang menewaskan 850 orang, dan masih banyak contoh lagi aksi serupa.
Menurut Praktisi hukum Kamaruddin Simanjuntak bahwa seruan people power saat ini merupakan bentuk ketidak percayaan masyarakat kepada MK, akibat berulang kali Hakim Mahkamah Konstitusi tertangkap tangan ‘OTT KPK’ karena kejahatan penyalahgunaan narkoba dan korupsi serta jual beli isi putusan perkara.
“Saya berharap agar kwalitas hakim ini diperbaiki agar sebanding dengan kewenangan yang diberikan kepada mereka (Final and binding) yang langsung mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan mengikat sejak diucapkan Hakim MK dan tidak bisa lagi diganggu gugat,” ucap Kamaruddin kepada Berempat.com.
Kasus serangan fajar yang melibatkan anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar juga menambah keruh, Bowo Sidik Pangarso, membuat pengakuan mengejutkan terkait kasus suap yang menjeratnya sebagai tersangka yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Bowo bahkan menyeret nama Nusron Wahid.
“Mereka merasa lembaga Negara tidak serius, Bawaslu sebenarnya ada tetapi mereka menilai ini hanya seperti macan ompong saja,” tandasnya.
Saat ditanya siapakah yang berhak menilai bahwa Pemilu tahun ini telah terlaksana sesuai dengan aturan? selain KPU dan Bawaslu, dan atas penilaian siapa Pemilu dikategorikan curang atau tidak. Kamaruddin menegaskan hanya Mahkamah Konstitusi yang punya kewenangan untuk itu.
Jangan Dianggap Remeh
Satu hal yang menarik yang ia katakan dalam konteks people power ini jika aksinya berjalan mulus maka kekuasaan berpindah tetapi jika gagal maka pelakunya akan diganjar dengan hukuman yang berat seperti di Turki beberapa saat lalu.
Tetapi, buru-buru Kamaruddin menegaskan people power ini sebenarnya kalau ditinjau dari segi hukum adalah kejahatan dan termasuk permufakatan jahat untuk menggulingkan pemerintah yang sah.
“Kalau people power berhasil maka disebut kudeta berhasil jika tidak maka mereka akan diganjar dengan hukuman. Jadi disini tergantung dari berhasil atau tidaknya,” tegas pria yang hobby menggunakan mobil buatan Amerika ini.
Yang pasti, katanya seruan People Power tidak boleh dianggap remeh, karena dari tujuan nya saja sudah jelas yaitu pengerahan massa untuk merebut kekuasaan dari pemerintahan yang sah. Itulah alasan Jokowi mengerahkan Brimob dari daerah-daerah ke Jakarta guna mengantisipasi ini.
Lebih lanjut Kamaruddin mengatakan bahwa pelaku People power dapat dijerat dengan pasal makar dan permufakatan jahat, bila sudah ada bukti permulaan yang cukup.
Pelakunya dapat dijerat dengan pasal 107 KUHP dan 110 jo Pasal 87 KUHP atau Pasal 28 yat 2 jo Pasal 45 ayat 2 Undang-undang no 19 Tahun 2016 tentang informasi dan transaksi elektronik.
“Saya berharap seruan ini hanya sekedar koreksi saja agar KPU bertindak hati-hati, tetapi sekali lagi, jangan dianggap remeh karena sejatinya aksi people power ini adalah pengerahan masa untuk merebut kekuasaan dari Pemimpin yang sah,” ucap pemilik firma hukum Victoria ini sambil menutup.