Banyak merek mortar yang pilih jasa OEM untuk menggarap pasar menjanjikan ini
Berempat.com – Kehadiran semen instan atau yang umum dikenal sebagai mortar tampaknya mulai mendapatkan tempat menjanjikan di pasar Indonesia. Kendati terseok-seok di awal kemunculannya pada 1996 yang dipelopori oleh PT Cipta Mitra Utama (MU), namun kini pasar mortar serbaguna sudah terbentuk di Indonesia.
Memang, mortar memiliki keunggulan dibandingkan dengan semen konvensional. Keunggulan yang ditawarkan bisa dilihat dari segi kemudahan dan kepraktisannya. Pengguna tak perlu lagi mencampur pasir dan air untuk bisa menggunakannya, melainkan cukup mencampur dengan air.
“Penggunaannya tidak lagi menggunakan pasir, sehingga menghemat waktu dan tenaga kerja,” ujar General Delegate Chairman Saint-Gobain Asia-Pacific Javier Gimeno seperti ditulis oleh Tempo 2017 lalu.
Selain itu, soal kualitas semen tak perlu dipertanyakan lagi karena mortar sudah diolah sesuai standar pabrikan, sehingga kualitas antara satu semen dengan yang lain sama dan terjaga . Berbeda dengan semen konvensional yang bisa jadi berbeda-beda kualitasnya saat digunakan, karena tergantung pada kelihaian pekerja saat mencampur komposisi semen, pasir, dan air.
Menurut Javier, harga mortar memang terkesan lebih mahal 20% dibanding semen konvensional. Tapi, mortar memiliki kualitas yang lebih terjamin dibanding semen konvensional. Belum lagi, kepraktisan yang membuat kerja para tukang lebih efisien dan cepat.
Memang, bila melihat fakta di lapangan, penggunaan semen konvensional terbilang lebih banyak memakan biaya meski harganya murah. Pasalnya, semen konvensional mengharuskan kita untuk membeli pasir yang pastinya dalam jumlah besar. Belum lagi, risiko kerugian akibat pasir dan semen yang terbuang karena tak habis digunakan.
Berbeda apabila menggunakan mortar sebab kita tak perlu membeli pasir lagi. Dengan begitu risiko pasir dan semen yang terbuang dapat ditekan, pekerjaan pun lebih cepat dan efektif karena lebih praktis. Dengan menggunakan mortar, para tukang bisa dua kali lebih cepat merampungkan pekerjaannya.
Mulai benar-benar terbukanya pasar semen instan di Indonesia sebenarnya bisa dilihat saat MU yang diinduki Saint-Gobain memutuskan untuk membangun pabrik ketiganya dengan kapasitas produksi 180 ribu ton per tahun di Medan, Sumatera Utara pada 2017 silam. MU rela menggelontorkan modal 8 juta euro atau Rp 125 miliar untuk menjangkau pangsa pasar barunya di Medan.
Selain MU, salah satu produsen besar semen konvensional milik Indonesia juga mulai merambah semen instan. Perusahaan berpelat merah itu adalah PT Semen Indonesia Tbk. Pada 30 April 2018 lalu, Direktur Keuangan Semen Indonesia Doddy Sulasmono Diniawan mengungkapkan bila pihaknya ingin mengakuisisi pabrik mortar atau membangun pabrik mortarnya sendiri.
“Mulai tahun ini kami akan masuk ke bisnis hilir semen. Mungkin melalui akuisisi tetapi yang terbesar di Indonesia itu Mortar Utama, sudah dijual kepada asing. Bisa juga kami buat sendiri,” ungkap Doddy di Jakarta seperti dikutip dari Katadata.co.id.
Sebagai langkah persiapan, Semen Indonesia pun sudah mempersiapkan investasi Rp 200 miliar yang diambil dari dana belanja modal (capex).
“Ke depan kita yakin masyarakat akan tinggalkan semen. Mortar itu lebih sederhana, enggak pake beli pasir lagi,” ujar Dody.
Sebelum Semen Indonesia, PT Holcim Indonesia Tbk. juga sudah menjajal pasar semen instan sejak 2015 silam. Mengutip dari Bisnis.com, Vice President of Sales Holcim Indonesia Juhans Suryantan mengatakan, keputusan tersebut diambil perusahaan karena melihat ketatnya persaingan.
“Industri itu oversubscribed. Kita lagi cari strategi agar perusahaan bisa suistain meski industri goyang. Jadi, kita coba masuki ke hilir,” ungkap Juhans yang masih menjabat kala itu.
Keputusan produsen semen konvensional untuk ikut memproduksi semen instan tentu tak diambil sembarangan. Berbagai analisa dan riset di lapangan sudah dilakukan. Apalagi bila berkaca pada Semen Indonesia yang sampai ingin mengakuisisi atau membuat pabriknya sendiri, maka boleh jadi pangsa pasar semen instan di Indonesia memang sudah besar.
Sudah terbentuknya pangsa pasar mortar di Indonesia pun diamini oleh CEO PT Mitra Mortar Indonesia (MMI) Hartawan Sudihardjo. Malah, menurutnya, Indonesia memiliki pangsa pasar yang besar tapi belum tergarap seutuhnya.
“Di Indonesia sampai sekarang masih di bawah 5% pasar semen yang tergarap,” ujar Hartawan saat berbincang dengan Berempat.com beberapa waktu lalu.
Karena masih besarnya pasar yang belum tergarap itulah banyak perusahaan asing yang kemudian melirik dan masuk ke Indonesia. Bahkan, menurutnya, pemain besar semen instan di Indonesia didominasi oleh perusahaan asing.
Saat ini, setidaknya ada 10 merek mortar yang bersaing di Indonesia, termasuk MU dan Holcim di dalamnya. Dan bila benar apa yang disampaikan Hartawan bahwa pasar mortar di Indonesia baru tergarap 5%, maka artinya ada kemungkinan pemain mortar dapat terus bertambah mengingat porsi ‘kue’ yang masih besar.
“Lihat saja Mortar Utama (MU), dulunya 100% orang lokal yang punya, tapi sekarang sahamnya 100% sudah dibeli oleh Weber (Saint-Gobain). Jadi sampai segitunya asing sangat minat dengan pasar mortar di Indonesia,” tukasnya.
Memproduksi Mortar Tanpa Perlu Punya Pabriknya Sendiri
Pada 2015 lalu, saat Holcim Indonesia memutuskan untuk ikut merambah memproduksi semen instan, perusahaan tersebut rupanya belum memiliki pabriknya sendiri.
“Kita masih kerja sama dengan pabrik mortar lain di Cilegon. Formulanya dari Holcim dan ada orang quality control kami di sana,” ungkap Juhans saat jumpa pers pada 2015 silam seperti dikutip dari Bisnis.com.
Menggunakan jasa perusahaan Original Equipment Manufacturer (OEM) memang sudah umum dilakukan di dunia bisnis. Tak terkecuali di industri mortar. OEM sendiri merupakan istilah lain dari makloon, di mana perusahaan OEM memiliki bahan baku dan pabrik untuk membuat sebuah produk yang diminta oleh perusahaan pembeli. Produk jadi nantinya akan dijual dengan merek perusahaan pembeli, namun dalam produk tersebut terdapat komponen yang berisi identitas perusahaan OEM.
Tak heran bila jasa OEM pun diminati lantaran bisa memangkas hampir 50% modal yang diperlukan. Karena perusahaan pembeli tak perlu mendirikan pabrik, mengupah karyawan, membeli bahan baku, memikirkan biaya produksi, dan membeli mesin mortar yang pastilah memerlukan modal miliaran rupiah.
Bila berkaca pada modal yang harus digelontorkan MU saat membuka pabrik mortarnya di Medan sebesar Rp 125 miliar, maka dengan memakai jasa OEM modal yang diperlukan untuk memproduksi mortar tak lebih dari Rp 625 juta. Sisanya, dapat dialokasikan untuk berbagai kegiatan pemasaran.
Bahkan, menurut Hartawan, perusahaan yang menggunakan jasa OEM bisa lebih fokus menggaet pasar. Pasalnya, banyak perusahaan yang akhirnya berguguran lantaran bermodal nekat membangun pabriknya sendiri tanpa tahu kekuatan pasar yang dimiliki. Sehingga fokus yang terbagi dua—produksi dan pemasaran—justru membuat mereka terpuruk sendiri.
“Sebagai pemain pemula cenderung lebih fokus untuk memikirkan membuat suatu produk yang akan kita jual ke pasar, tanpa kita pahami kekuatan pasar yang akan kita masuki. Bahkan lebih sering hanya dengan modal nekat, yang penting bikin dulu produk, masalah pemasaran bagaimana nanti, sehingga bisnis yang kita bangun tidak dapat bertahan lama,” terang pria kelahiran Jakarta 1971 tersebut.
Fokus menggarap pasar tanpa perlu memikirkan produksi karena sudah berjalan sendiri, tentu menjadi solusi yang sangat menguntungkan bagi sebuah perusahaan. Dan itu juga yang ditawarkan oleh PT Mitra Mortar Indonesia kepada kliennya.
“Pabrik mortar ini (MMI) memang memfasilitasi bisnis-bisnis mortar ini. Jadi ngapain mereka (perusahaan mortar) susah-susah bikin pabrik. Mereka tinggal bikin kemasan dan produksi di kami,” ujar Hartawan.
Hartawan pun mengklaim bila sudah banyak merek-merek besar mortar yang memilih menggunakan jasa perusahaannya untuk memproduksi mortar. “Lihat saja di website kita (mortarindonesia.com) langsung,” ujarnya.
Kendati demikian, Hartawan membeberkan bila kilennya tak hanya berasal dari perusahaan lokal, melainkan dari perusahaan luar negeri yang ingin menjajal pasarnya di Indonesia. Pasalnya, pria berkacamata tersebut mengibaratkan bahwa pangsa pasar mortar di Indonesia sama besarnya seperti pasar digital.
“Online shop di Indonesia sangat potensial makanya mereka (investor luar negeri) inves gede-gedean. Nah, di mortar (pasarnya) juga seperti itu,” tukasnya.
Lebih lanjut, Hartawan menjelaskan bila kebanyakan perusahaan luar negeri itu akan lebih memilih menggunakan jasa OEM sebagai langkah awal ekspansinya ke Indonesia daripada langsung membangun pabrik sendiri. Langkah itu diambil karena modal yang mereka punya bisa lebih banyak dialokasikan ke marketing untuk menggarap pasar.
“Karena dengan OEM ini kalo produksinya berlebih atau overhead itu bisa ditanggung rame-rame sama beberapa merek. Misalkan gini, kalo kamu bikin pabrik mortar sendiri, paling banter kamu produksi 200 ton. Kalo kamu menjalankan pabrik sendiri hanya dengan kapasitas 200 ton, overhead biayanya itu akan mahal. Karena harus gaji karyawan dan biaya operasional lain. Coba kalo biaya overhead itu ditanggung beberapa merek (beban biaya akan lebih sedikit),” terangnya.
Selain itu, dengan menggunakan jasa OEM pun harga satu mortar sampai ke konsumen bisa ditekan lebih murah karena tak memakan biaya produksi yang besar. Karena semakin besar produksi harga semakin turun.
“Jadi mereka masih bisa berperang (bersaing) lagi walaupun nggak punya pabrik. Beda dengan yang punya pabrik sendiri. Makanya perusahaan asing rata-rata happy dengan (jasa) ini,” sambung Hartawan.
PT Mitra Mortar Indonesia Bisa Menekan Harga Mortar yang Diproduksi
PT Mitra Mortar Indonesia mengklaim bila biaya produksi mortar yang diberikan relatif lebih terjangkau ketimbang kompetitor. Pasalnya, dari segi ketersediaan mesin disuplai langsung oleh induk perusahaannya, PT Dissindo Pratama yang merupakan produsen mesin mortar selama 15 tahun. Berdasarkan company profile-nya, Dissindo sudah berkiprah sejak 2003 dan sudah memasok mesin mortar ke banyak perusahaan dan pabrik mortar di Indonesia.
“Itu yang bisa membuat investasi kita kecil. Itu adalah kelebihan kita. Saya punya keyakinan kita akan lebih dari yang lain karena investasi kecil. Jadi itu suatu kesempatan yang tidak boleh disiakan-siakan (perusahaan mortar),” ujar Hartawan.
Keunggulan lain yang ditawarkan oleh PT Mitra Mortar Indonesia yaitu dimilikinya sistem manajemen dengan mengedepankan teknologi. Adapun teknologi yang dimaksud adalah software yang bersifat mencegah human error dan untuk menjaga kualitas produksi. Jadi, Hartawan memastikan bahwa dirinya dapat mengontrol langsung jalannya produksi hanya dari smartphone-nya.
“MMI juga memiliki mesin modern sebagai penunjang produksi seperti teknologi Robotic Palletizing System yang dapat mendorong proses menjadi lebih cepat, efisien, dan produktif,” terang Hartawan.
Dan dengan teknologi tersebut, Hartawan pun mengklaim perusahaannya dapat memproduksi 100.000 ton mortar per tahun. Saat ini, kapasitas produksi yang terpakai di pabriknya pun baru sekitar 60% dari keseluruhan kapasitas yang tersedia.
PT Mitra Mortar Indonesia diketahui memiliki gudang logistik dengan luas 1.000 meter per segi di Sidoarjo, Jawa Timur. Sementara pabriknya berada di Lamongan, Jawa Timur yang berdekatan dengan lokasi tambang pasir silika sebagai bahan baku mortar.
“Yang terbaru kami akan buat pabrik di Cibinong,” sambung Hartawan.
Memang, ke depan Hartawan menargetkan pihaknya akan mendirikan beberapa pabrik pendukung di beberapa kota untuk bisa menjangkau pasar lebih dekat. Pasalnya, bisnis seperti ini dianggapnya cukup sensitif terhadap biaya transportasi.
“Jadi kalau saya punya pabrik di Jawa Timur mau suplai ke Jawa Barat itu nggak bisa. Harganya bakal habis di transportasi. Rencananya kita nanti punya pabrik kecil-kecil di setiap kota,” ungkapnya.
Dengan adanya pabrik-pabrik pendukung yang berkapasitas tak terlalu besar tersebut, Hartawan berharap dapat membantu kliennya untuk memproduksi mortar dalam jumlah tertentu sesuai dengan area pemasaran. Dengan begitu, maka harga per sak mortar para kliennya pun bisa lebih terjangkau sampai ke tangan konsumen.
#Adv