Top Mortar Gak Takut Hujan
Home Uncategorized Mantan Wali Kota Yogyakarta Ditahan KPK

Mantan Wali Kota Yogyakarta Ditahan KPK

0
(Dok: antaranews.com)

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap sembilan orang dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Yogyakarta dan Jakarta pada Kamis (2/6), terkait kasus dugaan suap terhadap mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti.

Selain itu, pihak-pihak lain yang turut ditangkap terdiri dari unsur swasta dan beberapa pejabat Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta. Mereka ditangkap atas kasus dugaan suap terkait pengurusan izin mendirikan bangunan (IMB) apartemen.

“Sejauh ini, KPK telah mengamankan setidaknya sembilan orang di Yogyakarta dan juga di Jakarta,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Jumat.

Dalam OTT tersebut, KPK juga turut mengamankan sejumlah uang dalam pecahan dolar AS dan dokumen.

“Kami mengamankan sejumlah uang, dokumen dan beberapa orang, sementara jumlah uang dalam dolar AS masih kami hitung,” kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melalui keterangannya, Kamis (2/6).

Selanjutnya, KPK menahan empat tersangka kasus dugaan suap terkait dengan perizinan pendirian bangunan apartemen di wilayah Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta.

Empat tersangka, yaitu mantan Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti (HS), Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta Nurwidhihartana (NWH), Triyanto Budi Yuwono (TBY) selaku sekretaris pribadi merangkap ajudan Haryadi, dan Vice President Real Estate PT Summarecon Agung (SA) Tbk Oon Nusihono (ON).

“Agar penyidikan dapat efektif, tim penyidik melakukan upaya paksa penahanan pada para tersangka untuk masing-masing selama 20 hari pertama dimulai sejak 3 Juni sampai dengan 22 Juni 2022,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/6).

Haryadi ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Nurwidhihartana di Rutan Polres Jakarta Pusat, Triyanto di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur, dan Oon di Rutan KPK pada Kavling C1.

Dalam konstruksi perkara, Alex menjelaskan bahwa pada tahun 2019 ON melalui Dandan Jaya K selaku Dirut PT Java Orient Property (JOP) mengajukan permohonan IMB mengatasnamakan PT JOP untuk pembangunan apartemen Royal Kedhaton di kawasan Malioboro dan termasuk dalam wilayah cagar budaya ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP Pemkot Yogyakarta.

PT JOP adalah anak usaha dari PT SA Tbk.

“Proses permohonan izin kemudian berlanjut pada tahun 2021 dan untuk memuluskan pengajuan permohonan tersebut, ON dan Dandan Jaya diduga melakukan pendekatan dan komunikasi secara intens serta kesepakatan dengan HS yang saat itu menjabat selaku Wali Kota Yogyakarta periode 2017—2022,” kata Alex.

KPK menduga ada kesepakatan antara ON dan HS, antara lain, HS berkomitmen akan selalu “mengawal” permohonan izin IMB tersebut dengan memerintahkan Kadis PUPR untuk segera menerbitkan IMB dan dilengkapi dengan pemberian sejumlah uang selama pengurusan izin berlangsung.

Selama penerbitan IMB itu, diduga terjadi penyerahan uang secara bertahap dengan nilai minimal sekitar Rp50 juta dari ON untuk HS melalui TBY dan juga untuk NWH.

Pada tahun 2022, kata Alex, IMB pembangunan apartemen Royal Kedhaton yang diajukan PT JOP akhirnya terbit, kemudian pada hari Kamis (2/6) ON datang ke Yogyakarta untuk menemui HS di rumah dinas jabatan wali kota dan menyerahkan uang sekitar 27.258 dolar AS yang dikemas dalam goodie bag melalui TBY sebagai orang kepercayaan HS dan sebagian uang tersebut juga untuk NWH.

Selain penerimaan tersebut, KPK juga menduga HS menerima sejumlah uang dari beberapa penerbitan IMB lainnya. Hal itu, kata dia, akan didalami oleh tim penyidik.

Sebagai penerima, Haryadi dan kawan-kawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, Oon Nusihono sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Exit mobile version