Sebenarnya masalah karyawan yang pindah adalah jamak di praktek bisnis. Bahkan tidak hanya itu, yang lebih parah kalau karyawan menyaingi atau menjadi pesaing bisnis kita secara langsung. Ini terjadi kalau karyawan membuka usaha sendiri.
Toko elektronik keluarga saya pernah mengalami hal tersebut. Seorang karyawan kami –yang dari tidak tahu apa–apa dan setelah bekerja menjadi tahu seluk beluk elektronik mulai dari pemasok sampai harga– tidak hanya pindah, tetapi membuka toko yang sama hanya beberapa ratus meter saja jaraknya dari toko kami. Kami biarkan waktu itu dan justru bangga ada karyawan yang bisa berwirausaha.
Namun sayang, bisnisnya tidak berkembang karena membuka usaha ada strateginya, tidak sekadar meniru. Harus membangun kepercayaan. Dia kurang membangun kepercayaan ke pelanggan. Namun dari pengalaman ini, akhirnya kami harus menjaga informasi, tidak semua informasi penting boleh diketahui karyawan.
Jadi mengelola karyawan di toko atau bengkel memang menjadi hal yang penting, selain membuat toko kita laris. Beberapa waktu lalu saya juga mendapat konsultasi dari pemilik apotek yang memiliki karyawan nakal.
Karyawan ini sering mengambil barang atau obat–obatan. Ini dikarenakan lemahnya sistem pengawasan dan pencatatan barang. Akhirnya apotek tersebut melakukan perbaikan sistem dengan komputer yang bisa memantau persediaan barang atau obat dengan lebih baik. Jadi jangan kita membuka peluang bagi karyawan untuk berbuat nakal.
Nah, kembali ke karyawan Anda yang pindah lalu ingin kembali lagi, bagaimana sikap kita? Pertama, kita amati terlebih dulu, apakah saat pengunduran diri dulu mereka mengundurkan diri dengan baik–baik dan memiliki rekam data yang baik seperti jujur, disiplin jam kerja, motivasi tinggi? Kalau ya, berarti para karyawan ini pindah karena alasan ekonomi.
Kedua, kita lihat dari sisi kita. Apakah kita susah merekrut atau mendapatkan karyawan atau mekanik yang berkualitas selama ini? Kalau ya, berarti kita juga membutuhkan mereka. Jadi dua pihak saling membutuhkan.
Tentu saja, masa lalu adalah sejarah yang kita gunakan untuk belajar lebih baik ke depannya. Kalau mereka benar–benar memiliki itikad baik untuk kembali bekerja di bengkel kita –dan sebelumnya jujur dalam bekerja– kita bisa beri kesempatan terakhir. Namun kita harus benar–benar mendapat komitmennya.
Kita juga tidak mau mereka nanti datang dan pergi seenaknya. Maka kalau kita terima kembali, kita perlu “menantangnya”. Pastikan bahwa mereka akan setia. Apa yang bisa kita lakukan? Pertama, kita sampaikan kalau kita mau memaafkan kesalahan mereka namun mereka harus sadar bahwa kesempatan ini hanya diberikan sekali saja dan terakhir. Kalau mereka pindah lagi, tidak bisa ditolerir lagi. Tujuan kita membuat karyawan seolah merasa berhutang budi, karena kita sudah mau menerima kembali meski mereka sempat serong.
Kedua, supaya lebih tegas, kita buatkan surat semacam kontrak kerja. Isinya mengenai kesanggupan mereka untuk bekerja dengan sungguh–sungguh, jujur, disiplin, menjaga rahasia bengkel, melayani pelanggan dengan ramah dan kesanggupan untuk bekerja jangka waktu lama, katakan minimal satu tahun. Surat ini ditujukan ke tiap karyawan lalu mereka tanda tangan per orang. Tujuannya supaya mereka ingat apa yang sudah mereka janjikan.
Berikutnya apa strategi yang bisa kita lakukan untuk membuat mereka loyal? Saya berikan beberapa strategi utama. Pertama, lakukan komunikasi yang erat dan rutin dengan mereka. Jangan anggap karyawan hanya sebagai orang suruhan tetapi buat mereka menjadi bagian bengkel kita, kalau bengkel maju mereka juga ikut maju. Bahkan banyak karyawan yang setia karena pemilik memiliki hubungan sosial yang erat dengan karyawan. Lakukan komunikasi yang rutin, informal, tidak hanya masalah kerja tetapi juga menanyakan tentang keluarga atau apa yang menjadi keinginannya. Kalau kita bisa menjalin komunikasi yang terbuka, karyawan merasa dihormati dan mereka menjadi loyal.
Kedua, beri penghargaan dan sanksi ke karyawan sesuai dengan yang dilakukan. Untuk karyawan yang melayani dengan baik pelanggan kita beri pujian. Kalau dari kasus, mereka keluar karena motivasi iming–iming penghasilan lebih besar maka kita gunakan ini sebagai motivator mereka untuk bekerja lebih giat di bengkel kita. Misalnya, kita beri bonus khusus bulanan kalau melampaui target.
Caranya begini, coba lihat berapa penjualan di bengkel yang terjadi selama bulan–bulan ini. Nah, kita sampaikan ke mereka target bulan depan yang lebih tinggi. Mereka diharap untuk lebih giat bekerja dan melayani pelanggan lebih baik. Kalau, bengkel lebih laris, mereka akan mendapat tambahan bonus.
Jadi tiap akhir bulan, selain mendapat gaji bulanan, kalau bengkel laris kita beri bonus khusus. Besarnya bonus dan proporsinya kita yang tentukan. Jadi pada saat gajian, kalau ada bonus kita berikan. Namun kalau pas sepi, mereka mendapat gaji saja. Dengan motivasi ini kita harapkan mereka lebih giat bekerja karena mereka mendapat limpahan hasil kerjanya juga. Selamat mengelola karyawan Anda.
Oleh: ISTIJANTO OEI
Pelatih dan Konsultan Bisnis Prasetiya Mulya,
Penulis Buku “Jurus–jurus Sakti Wirausaha
www.istijanto.com