Pembagian bantuan sembako di depan Istana Negara dan izin presiden untuk melakukan kampanye serta pemihakan dianggap mencurigakan sebagai upaya untuk memanipulasi Pemilihan Presiden 2024. Hal ini merupakan analisis yang disampaikan oleh Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi, terkait berbagai pernyataan dan sikap Presiden Joko Widodo menjelang pelaksanaan Pilpres 2024 yang akan segera berlangsung. Muslim menjelaskan bahwa presiden seharusnya bersikap netral sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, seperti halnya Wakil Presiden Maruf Amin. Namun, dengan adanya pernyataan dan tindakan kampanye yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, Muslim menganggap bahwa hal tersebut mengindikasikan dukungan yang jelas terhadap pasangan calon yang tidak sesuai dengan konstitusi.
Analisis Mengenai Dugaan Kode Keras Dalam Pemilihan Presiden 2024 Terkait Pembagian Sembako
Muslim juga mencurigai bahwa pembagian sembako di depan Istana oleh Presiden Jokowi merupakan upaya untuk mempengaruhi rakyat agar memilih anaknya, Gibran Rakabuming Raka, yang berpasangan dengan Prabowo.Menurut Muslim, pembagian sembako tersebut dapat diartikan sebagai pesan terselubung atau bahkan dukungan terang-terangan dari Istana terhadap anaknya yang mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden.
Dengan dua peristiwa tersebut, Muslim menyimpulkan bahwa Presiden Jokowi sedang melakukan kampanye secara terselubung.Muslim juga mengungkapkan kecurigaannya terhadap hasil survei yang mencatat angka tinggi bagi pasangan calon tertentu. Menurutnya, hasil tersebut mungkin merupakan upaya untuk mencocokkan dengan pesan yang disampaikan oleh Istana kepada KPU, Bawaslu, dan DKPP. Meskipun kampanye secara terbuka tidak mengumpulkan banyak massa, jika pasangan calon tersebut mengklaim kemenangan dalam satu putaran, hal itu bisa diartikan sebagai pengumuman rencana dan desain kecurangan yang bertujuan agar rakyat memahami situasi tersebut.
Muslim menegaskan bahwa tidaklah penting untuk mengumpulkan banyak massa dalam kampanye. Yang penting adalah mendistribusikan sembako dan melaksanakan perintah presiden untuk memenangkan calon tertentu. Dengan adanya dua kode keras tersebut, Muslim mempertanyakan apakah pemilihan presiden dapat dijamin tidak akan curang. Jika hal itu terjadi, maka tidak ada harapan untuk demokrasi. Ia menyimpulkan dengan menyambut kekacauan di negara ini dan bertanya apakah Joko Widodo menginginkan hal tersebut pada akhir masa jabatannya.