Politik dinasti di Indonesia dapat menjadi hambatan bagi tercapainya ekonomi inklusif yang diinginkan. Model politik ini pada dasarnya eksklusif dan cenderung menghambat pembangunan ekonomi nasional. Lebih dari itu, politik dinasti juga dapat menurunkan kualitas demokrasi dan memperkuat praktik nepotisme oleh para penguasa. Sirojudin Abbas, Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), dalam sebuah webinar yang diselenggarakan oleh Moya Institute, menekankan bahwa sistem politik yang eksklusif ini tidak memberikan ruang bagi kepercayaan dan kompetisi yang terbuka serta adil bagi semua warga negara.
Salah satu contoh kebijakan pemerintah saat ini yang dikritik adalah dorongan Presiden Jokowi terhadap industrialisasi dan kebijakan impor beras yang besar-besaran. Menurut beberapa pihak, hal ini menunjukkan kegagalan pemerintah dalam mengembangkan sektor pertanian yang merupakan sektor penting dalam perekonomian Indonesia.
Bagaimana Politik Dinasti Dapat Menghambat Pembangunan Nasional, Merusak Kualitas Demokrasi, Dan Memperkuat Praktik Nepotisme
Johan Silalahi, Direktur Negarawan Center, juga menyatakan keprihatinannya terhadap masa depan demokrasi dan ekonomi Indonesia akibat praktik politik dinasti. Praktik ini dapat menimbulkan risiko besar terhadap integritas politik dan keadilan sosial di Indonesia. Johan mengutip pandangan ekonom Daron Acemoglu dan ilmuwan politik James A. Robinson mengenai kondisi negara yang mengalami kegagalan.
Menurut pandangan mereka, semakin otoriter suatu pemerintahan, semakin miskin dan suram masa depan negara tersebut. Indonesia, menurut Johan, telah mencapai tahap yang mengkhawatirkan, sehingga situasi negara saat ini tidak menggembirakan.
Dalam konteks politik dinasti, kekuasaan dan posisi politik sering kali diwariskan secara turun-temurun dalam keluarga tertentu. Hal ini mengakibatkan terjadinya konsentrasi kekuasaan dan sumber daya di tangan segelintir keluarga politik, sementara masyarakat yang lain terpinggirkan. Akibatnya, peluang partisipasi politik dan ekonomi menjadi terbatas bagi banyak orang, sehingga menghambat tercapainya inklusi ekonomi yang sejati.
Politik dinasti juga berpotensi menciptakan lingkungan yang tidak sehat dalam demokrasi. Dominasi keluarga politik dalam pemerintahan dapat mengurangi transparansi, akuntabilitas, dan checks and balances yang penting dalam menjaga sistem demokrasi yang kuat. Sementara itu, praktik nepotisme yang umum terjadi dalam politik dinasti dapat menghambat ekonomi inklusif dengan memberikan keuntungan dan peluang yang tidak adil kepada keluarga politik tersebut.