Partai politik seperti PDIP, PPP, Nasdem, PKS, dan PKB sedang didorong untuk mengambil sikap oposisi terhadap Presiden Jokowi. Saat ini, demokrasi Indonesia dinilai dalam keadaan yang mengkhawatirkan berdasarkan beberapa indikator. Proses pemilu diwarnai oleh dugaan kecurangan, ada juga dorongan untuk mengadopsi sistem pilpres satu putaran, dan terdapat pengabaian terhadap nilai-nilai etis demokrasi. Untuk memulihkan demokrasi yang bermartabat, penting untuk membangun oposisi yang kritis dan kuat.
Sirojudin Abbas, Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting, menyatakan bahwa publik dapat mendorong beberapa partai politik, terutama yang berada di luar koalisi pendukung Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, untuk memainkan peran oposisi tersebut. Salah satu contoh adalah PDIP yang memiliki kekuatan politik yang besar, dan dapat mulai mengambil sikap yang jelas dalam upaya menyelamatkan demokrasi Indonesia di masa depan.
Sirojudin menegaskan bahwa oposisi terhadap praktik kekuasaan Presiden Joko Widodo yang mengabaikan nilai dan etika demokrasi harus dilakukan. Belakangan ini, telah ada dorongan untuk pemakzulan presiden sebagai tanda bahwa masalah ini menjadi sangat serius. Publik masih memiliki kemampuan untuk mendorong partai politik seperti PDIP, Nasdem, PKS, PPP, dan PKB untuk mengambil sikap oposisi yang tegas guna menyelamatkan demokrasi. Dukungan untuk langkah ini diharapkan akan datang dari masyarakat sipil, mahasiswa, dan komunitas internasional.
Analisis Tentang Kondisi Politik Terkini Dan Upaya Memulihkan Demokrasi Yang Bermartabat
Di sisi lain, Hendardi, pendiri Setara Institute, menyatakan bahwa vetokrasi semakin menguat pada era pemerintahan Jokowi. Vetokrasi merujuk pada pemblokiran dan penolakan terhadap aspirasi kolektif masyarakat oleh sekelompok orang. Dalam era Jokowi, vetokrasi telah mengakibatkan proses legislasi di DPR menjadi tidak terkendali dan mengancam kemandirian Mahkamah Konstitusi.
Prof. Dr. Ikrar Nusa Bhakti, seorang ilmuwan politik dan mantan Duta Besar Indonesia untuk Tunisia, menambahkan bahwa demokrasi Indonesia semakin terancam sejak Jokowi secara terang-terangan memajukan putranya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden. Hal ini membuat Pemilihan Presiden 2024 dianggap sebagai pesta demokrasi yang terburuk dalam era Reformasi.
Ikrar berpendapat bahwa tindakan Jokowi dan keluarganya, melalui rekayasa hukum di Mahkamah Konstitusi dan rekayasa politik lainnya, akan membuat Pemilihan Presiden 2024 tercatat sebagai pemilihan umum terburuk atau paling tidak demokratis dalam sejarah Indonesia. Oleh karena itu, Ikrar berharap bahwa pasangan Capres-Cawapres Nomor Urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, dapat memperbaiki regresi demokrasi dan hukum saat ini.