Minggu, November 24, 2024
Top Mortar Gak Takut Hujan
Beranda blog Halaman 862

    0

    Kuliner & Resto

      0

      Retail & Properti

        0

          0

            0

            Sales & Marketing

              0

                0

                  0

                  Ternyata Ini Makna di Balik Logo Baru VIT

                  0

                  Berempat.com – VIT merupakan salah satu produsen air mineral kemasan yang telah berkancah di pasar Indonesia sejak 1982. VIT memang bukan produk yang baru, tapi VIT saat ini hadir dengan logo baru. Bila dulu logo VIT terlihat agak kaku, kini logo VIT justru terlihat lebih simpel, dinamis, dan cerah dengan lebih menguatkan pada warna merah.

                  Menurut Senior Brand Manager VIT Ayu Ahza, warna merah dipilih untuk membedakan merek VIT dengan kompetitor. Memang, selama ini merek air mineral lebih dominan mengusung warna biru pada logo dan kemasan.

                  “Logo lebih simpel, air terlihat jernih di dalam botol yang menonjolkan warna merah. Warna merah juga untuk membedakan VIT dengan kompetitor,” papar Ayu saat jumpa pers beberapa waktu lalu.

                  Perubahan logo yang diusung VIT saat ini merupakan cara VIT untuk menyasar segmen pasar yang lebih mudah. Ayu menerangkan, dulu VIT menyasar ibu rumah tangga berusia 35-40 tahun sebagai segmen pasar, kini VIT ingin fokus menyasar segmen anak muda usia 20-29 tahun.

                  “Masing-masing memiliki segmen dan memiliki pesaingnya masing-masing, untuk VIT kita ingin fokus kepada konsumen muda, 20 – 29 tahun,” ujarnya.

                  Perubahan segmen pasar yang ditargetkan VIT inilah yang kemudian melahirkan slogan baru mereka, Lepasin Aja. Menurut Ayu, slogan tersebut sangat cocok dengan segmen pasar baru VIT. Karena menurutnya di usia 20-29 tahun kebanyakan orang sedang memasuki masa transisi dalam hidup.

                  Ayu mencontohkan bila kebanyakan orang di usia tersebut sedang menyelesaikan skripsi, memulai karier, dan perempuan yang baru menikah dan menjadi seorang istri.

                  “Ketika mereka merasa lelah atau kewalahan, kami ingin mereka mengingat dan mengambil botol VIT untuk membantu mereka sedikit rileks sebelum menghadapi aktivita kembali,” terang Ayu.

                  “Inilah cara kami agar tetap relavan bagi konsumen dengan beradaptasi pada gaya hidup masyarakat saat ini,” sambungnya.

                  Saat ini VIT diklaim Ayu menduduki peringkat kedua di pasar air minum dalam kemasan yang paling banyak dibeli. Sementara di peringkat satu masih diduduki Aqua. Namun keduanya bukanlah kompetitor absah mengingat keduanya masih berada di satu payung; Danone Group.

                  Karena masih berada di posisi dua teratas, Ayu pun menolak bila VIT dikatakan mengubah logo lantaran pertumbuhan yang stagnan. Bahkan Ayu mengklaim bila VIT selalu menunjukkan pertumbuhan positif sejak pertama kali muncul di pasar. Namun, Ayu tetap mengakui adanya persaingan yang semakin ketat mengingat bermunculannya merek baru.

                  Industri Gula Indonesia yang Tak Lagi Manis

                  Berempat.com – Di masa kolonial Belanda, Indonesia pernah mencicipi manisnya industri gula. Di tahun 1930, sebagaimana tertulis dalam buku Indonesia dalam Kajian Sarjana Jepang, ada 179 pabrik yang tersebar di Jawa. Di era itu panen yang bisa dihasilkan bahkan bisa diekspor oleh Indonesia.

                  Tapi saat ini kondisi berbalik bagi industri gula Tanah Air sejak merdeka. Dari zaman Orde Lama hingga Reformasi, Indonesia justru harus memenuhi kebutuhan gula nasional dengan impor. Ketua Dewan Pertimbangan Presiden RI Sri Adiningsih sendiri mengungkapkan bahwa permasalahan ini sudah lama terjadi di Indonesia.

                  “Gula itu manis tapi godaannya juga manis, dan merupakan sembako yang strategis dan permintaannya juga semakin meningkat,” ujar Sri dalam acara Seminar Nasional Permasalahan Sektor Gula’ di Jakarta, Kamis (29/3).

                  Terus berkurangnya lahan tebu dianggap Sri sebagai faktor menurunnya angka produksi gula di Indonesia. Persoalan itu bahkan yang menurutnya paling banyak menyita perhatian.

                  “Dari tahun ke tahun luas area tanaman tebu semakin berkurang. Padahal jika dibandingkan dengan produktivitas seluruh dunia, tebu Indonesia tidak buruk, tapi memang tidak bagus,” paparnya.

                  Menurunnya lahan juga berpengaruh pada produktivitas tebu yang ikut lesu. Tak terkecuali produksi gula kristal putih. Itulah mengapa Sri mengatakan bahwa kondisi saat ini merupakan sebuah tantangan. Meski begitu ia tetap berharap produksi gula putih kristal dapat meningkat pada akhir tahun ini.

                  Industri gula Indonesia memang tak semanis dulu lagi. Di awal tahun ini saja, PT Perkebunan Nusantara X (PTPN 10) telah berencana menutup pabrik gulanya lantaran tak lagi bisa menguntungkan. Hal itu disampaikan dalam keterbukaan informasi di situs Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Februari 2018.

                  Terus menurunnya industri gula di Indonesia bahkan diprediksi akan terus terjadi hingga tahun ini. Hal itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Agus Pakpahan yang menilai komoditas gula tak lagi menggairahkan.

                  “Pada 2004-2008, saat jaminan dan harga bagus, luas areal meningkat lebih dari 80.000 ha. Tetapi kemudian saat iklim insentif menurun, areal tanam juga turut menurun lebih dari 30.000 ha,” ujar Agus seperti dikutip dari Kontan.co.id, Februari tahun lalu.

                  Akibat menurunnya areal lahan itu saat ini produksi gula Indonesia hanya mencapai 2,1 juta ton. Menurunnya produksi gula juga diduga Agus lantaran banyak petani yang tak lagi tertarik menggarap industri gula. “Dugaan saya mereka pindah ke komoditas lain,” tukasnya.