Jakarta – Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) terus memfasilitasi kerja sama antarapelaku industri kecil dan menengah (IKM) dengan industri besar. Salah satu langkah yang direalisasikan Kemenperin adalah mempromosikan produk hasil inovasi pelaku IKM yang berhasil menjadi pemenang atau meraih penghargaan di bidang industri untuk dapat diproduksi secara massal oleh industri besar di sektornya.
“Sesuai arahan Bapak Menteri PerindustrianAgus Gumiwang Kartasasmita, kami mencoba menawarkan produk portable wireless speaker pemenang ajang Indonesia Good Design Selection (IGDS) tahun 2021, bernama Sora Gelatik, untuk dapat dikomersilkan oleh PT Hartono Istana Teknologi (Polytron),” kata Direktur Jenderal IKMA Kemenperin, Reni Yanita di Jakarta, Minggu (6/2).
Dirjen IKMA menjelaskan, produk purwarupa Sora Gelatik meraih penghargaan IGDS 2021 kategori Design Concept Best 3 dengan keunikan desain dan kisah produksi di belakangnya. Sora Gelatik merupakan pengeras suara berbahan material alam perpaduan kayu jati dan bambu dengan teknik laminasi, yang dibuat secara manual (handmade) dari tangan dua komunitas pengrajin.
“Pengeras suara ini memiliki dua fitur, yaitu dua unit speaker driver dan dua unit tweeter yang dilengkapi dengan bass dan aktivasi bluetooth, dengan dimensi yang compact,” terangnya.
Sora Gelatik adalah karya Freddy Chrisswantra dari PT Bana Andaru Nusantara, yang ditujukan bagi para penggemar seni dan dekorasi, serta kolektor, desainer, arsitek, chef, dan siapapun yang menyukai keunikan.
“Beberapa waktu lalu, kami melakukan kunjungan kerja ke Polytron. Kami berharap Polytron dapat memperkaya produksi lokalnya dengan desain konsep Sora Gelatik yang sangat unik ini,” imbuhnya.
Reni mengemukakan, di tengah pandemi Covid-19, pelaku IKM harus semakin jeli melihat peluang dan celah pasar untuk menghadapi persaingan. Pelaku IKM jugaharus memiliki keunikan dan keunggulan dari segi kualitas dan kemampuan produksinyayang berkelanjutan, agar mampu bersaing dengan produk-produk lain di pasar domestik dan mancanegara.
“Kejelian melihat peluang dan celah pasar sangat penting bagi para pelaku IKM, termasuk IKM produk elektronik yang tidak saja menghadapi persaingan produk impor, tetapi juga produk yang sudah memiliki merek di tingkat nasional,” paparnya.
Kemenperin secara reguler telah memfasilitasi para pelaku IKM dengan peningkatan keahlian dan kualitas produksi serta kemitraan agar dapat masuk ke ekosistem industri nasional sebagai bagian dari rantai pasok industri besar. Sepanjang tahun 2021, Ditjen IKMA Kemenperin telah memfasilitasi temu bisnis antara 96 pelaku IKM dengan industri besar dan sektor lainnya. Adapun jumlah IKM yang berhasil bermitra mencapai 18 IKM.
Kemenperin juga aktif mengajak para pelaku industri untuk memperbesar nilai TKDN dalam produknya agar dapat masuk ke sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah. Implementasi P3DN dan pengoptimalan TKDN oleh industri ini diatur melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, yang memuat kewajiban untuk menggunakan produk dalam negeri di setiap pengadaan barang dan jasa.
“Undang-undang mengatur kewajiban instansi pemerintah untuk memaksimalkan penggunaan hasil produksi dalam negeri dalam kegiatan pengadaan barang/jasa yang dibiayai oleh APBN/APBD. Dengan demikian, barang/jasa yang telah memiliki sertifikat TKDN akan memperoleh preferensi,” ungkapReni.
Sementara itu, salah satu IKM elektronik asal Kudus yang telah memperoleh sertifikat TKDN adalah UD Winner Elektronik. Dua produk pengeras suara buatan UD Winner telah disertifikasi dengan nilai TKDN sekitar 30% – 31,70%. Dengan demikian, UD Winner telah ikut serta mendorong percepatan substitusi impor yang ditargetkan pada akhir 2022 mencapai 35 persen.
“Selain itu, dengan sertifikasi tersebut, UD Winner berkesempatan dapat terserap produknya dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah,” tandasnya.
Menurut Reni, dalam pengadaan barang dan jasa, pengguna produk dalam negeri wajib menggunakan produk dalam negeri apabila terdapat produk dalam negeri yang memiliki penjumlahan nilai TKDN dan nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) minimal 40%.“Adapun produk dalam negeri yang wajib digunakan harus memiliki nilai TKDN paling sedikit 25%,” ujarnya.