Jakarta – Pernyataan Menteri Investasi, Bahlil Lahadia, bahwa ada oknum yang coba menghalangi transformasi Liquified Petroleum Gas (LPG) ke Dimethyl Ether (DME) dianggap hanya sensasi belaka.
Ucapan Bahlil tersebut, kata Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, tidak memperbaiki keadaan tapi malah menambah gaduh suasana.
“Harusnya Bahlil langsung bertindak apabila mengetahui ada oknum pejabat, pengusaha dan lembaga BUMN yang terkesan menghalangi transformasi LPG ke DME. Bukan malah melontarkan pernyataan ke publik dan tidak berbuat apa-apa,” tegas Mulyanto.
Mulyanto menambahkan Menteri Bahlil semestinya tidak usah mencari sensasi dengan ucapan yang memperkeruh suasana di tengah pandemi Covid-19. Pernyataan itu dinilai hanya akan menimbulkan rasa saling curiga diantara para pejabat negara termasuk di BUMN.
“Pernyataan ini malah jadi kontraproduktif,” kata Mulyanto.
Mulyanto menambahkan kalau Menteri Bahlil benar menemukan oknum pejabat negara atau pejabat BUMN energi yang menghalang-halangi upaya gasifikasi batubara dalam rangka menekan impor LPG tersebut, harusnya langsung ditindak. Bukan malah menjadikannya sebagai bahan cari perhatian.
“Pemerintah punya kewenangan untuk itu. Langsung saja tunjuk namanya, sehingga jelas oknum tersebut siapa dan dari lembaga apa.
Ketimbang menebar suasana saling curiga yang mengganggu kerja keras kita menekan defisit transaksi berjalan sektor migas. Lebih bagus Pemerintah bekerja cerdas, agar upaya ini berjalan mulus dan sukses,” ujar Mulyanto.
“Pemerintah jangan takut apalagi kalah dengan mafia impor. Jangan mau disandera oleh mafia impor, sehingga devisa negara terkuras,” imbuh Mulyanto.
Mulyanto menjelaskan apa yang tengah dilakukan oleh PTBA, PGN ataupun PLN untuk mensubstitusi penggunaan LPG dengan DME, jargas (jaringan gas rumah tangga), maupun kompor listrik adalah langkah yang tepat. Tujuan kegiatan itu adalah agar impor LPG dapat ditekan.
Untuk diketahui setiap tahunnya Indonesia mengimpor gas LPG sebanyak 5,5 hingga 6 juta ton. Di mana per satu juta ton negara mensubsidi sebesar Rp 12,6 triliun. Dengan demikian setiap tahun subsidi LPG kita sebesar Rp 60-70 triliun.
Penggunaan DME, jargas, atau kompor listrik untuk keperluan rumah tangga dan industri, akan secara langsung mengurangi konsumsi LPG domestik. Dan akhirnya akan mengurangi impor LPG, mengurangi defisit transaksi berjalan sektor migas serta menghemat devisa negara.