Inflasi di Amerika Serikat kembali menunjukkan lonjakan signifikan pada awal tahun 2025, tepatnya di bulan Januari. Kenaikan harga kebutuhan pokok seperti bahan makanan, bahan bakar, dan tarif sewa hunian menjadi faktor utama pemicu lonjakan ini. Situasi ini memicu kekhawatiran di kalangan rumah tangga serta pelaku usaha yang terus dihantui beban biaya hidup yang semakin mahal. Kondisi ini juga memperkuat spekulasi bahwa Bank Sentral AS, Federal Reserve, cenderung menunda langkah pemangkasan suku bunga yang selama ini dinantikan pasar.
Berdasarkan laporan resmi yang dirilis Departemen Tenaga Kerja AS, Rabu (13/2/2025), indeks harga konsumen tercatat meningkat sebesar 3 persen secara tahunan untuk periode Januari. Angka tersebut mengalami kenaikan dari bulan sebelumnya yang berada di level 2,9 persen. Peningkatan ini mencerminkan tekanan inflasi yang belum mereda sepenuhnya, meskipun sempat menunjukkan tren penurunan pada paruh kedua tahun 2024.
Inflasi Kembali di Atas Target Federal Reserve
Menariknya, catatan tersebut menunjukkan tren inflasi yang kembali bergerak naik sejak menyentuh titik terendah 2,4 persen pada September tahun lalu. Hal ini membuat tingkat inflasi terus bertahan di atas target 2 persen yang menjadi patokan Federal Reserve selama setengah tahun terakhir. Para analis menilai, situasi ini menegaskan bahwa upaya pengendalian inflasi yang dilakukan bank sentral masih belum membuahkan hasil optimal.
Menurut laporan Associated Press, dinamika harga yang tinggi ini menjadi tantangan serius di ranah politik bagi mantan Presiden Joe Biden. Sementara itu, pesaingnya, Donald Trump, yang kini kembali maju sebagai kandidat presiden, mengusung janji penurunan harga sebagai bagian dari agenda kampanyenya. Namun, sejumlah pakar ekonomi memperingatkan bahwa rencana Trump untuk menerapkan tarif dagang baru berpotensi memperburuk kondisi dengan mendorong biaya kebutuhan menjadi semakin mahal dalam jangka pendek.
Dampak Laporan Inflasi Amerika Serikat Terhadap Pasar Keuangan
Kabar melonjaknya inflasi tersebut langsung berdampak pada pergerakan pasar keuangan. Kontrak berjangka Dow Jones tergelincir hingga 400 poin. Sementara itu, imbal hasil obligasi pemerintah mengalami kenaikan sebagai sinyal bahwa pelaku pasar memperkirakan inflasi yang tetap tinggi akan membuat suku bunga bertahan di level ketat dalam waktu lebih lama. Investor kini lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi karena ketidakpastian kebijakan moneter yang mungkin berlanjut sepanjang tahun ini.
Selain itu, beberapa sektor yang sensitif terhadap suku bunga, seperti properti dan otomotif, diperkirakan akan menghadapi tekanan tambahan. Kenaikan biaya pinjaman diyakini dapat mengurangi daya beli konsumen serta memperlambat aktivitas di sektor-sektor tersebut. Oleh karena itu, pelaku bisnis dan masyarakat diharapkan terus mencermati perkembangan inflasi dan kebijakan yang akan diambil oleh Federal Reserve guna memitigasi risiko ke depan.