Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) mengungkapkan bahwa membanjirnya produk impor ilegal di pasar domestik menyebabkan sektor UMKM kesulitan bersaing dan bahkan terancam berhenti beroperasi.
“Produk UMKM menjadi sulit bersaing dari sisi harga karena barang-barang ilegal masuk ke pasar domestik tanpa membayar pajak atau bea masuk sesuai aturan, sehingga harga jualnya sangat murah,” ujar Staf Khusus Menteri Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif KemenKopUKM, Fiki Satari.
Kualitas Produk UMKM Kalah Saing Karena Harga
Menurut Fiki, meskipun kualitas produk UMKM saat ini semakin baik dan bisa bersaing dengan produk luar negeri, namun karena masifnya produk impor ilegal yang masuk ke pasar lokal, produk-produk berkualitas dari UMKM menjadi kalah dalam persaingan harga.
“UMKM kita digempur dari berbagai arah, baik udara, darat, hingga perbatasan. Menteri Teten Masduki telah mengingatkan tentang bahaya ini sejak 2021, dimana produk asing dapat ditransaksikan melalui e-commerce lintas batas dan masuk ke berbagai daerah dengan harga murah,” kata Fiki Satari dalam pernyataan resminya di Jakarta, Kamis (25/07).
Ancaman dari Aplikasi Marketplace Asal China
Fiki juga menyoroti ancaman dari aplikasi marketplace asal China bernama Temu yang bisa berdampak lebih dahsyat bagi UMKM. Melalui aplikasi ini, pabrik di China bisa langsung bertransaksi dengan konsumen, yang dapat mematikan UMKM lokal.
Oleh karena itu, Fiki berharap Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta pihak terkait dapat bersinergi untuk mencegah masuknya marketplace Temu ke Indonesia demi melindungi pelaku usaha lokal, khususnya UMKM.
“Platform MtoC (manufacture to customer) ini akan melibatkan 80 ribu pabrik. Di Amerika, Temu bahkan mengalahkan Amazon. Ini seharusnya dilarang karena sudah menjadi ancaman besar bagi UMKM,” tegas Fiki.
Untuk memastikan UMKM tetap bertahan dari ancaman barang ilegal, Fiki meminta adanya kesetaraan dan keadilan dalam berbisnis. Importir harus memastikan kepatuhan terhadap regulasi dengan membayar bea masuk barang impor. Dengan penegakan hukum yang ketat terhadap aturan barang impor, UMKM dalam negeri dapat bersaing secara adil.
“Kita harus menyadari bahwa jika UMKM terkena dampak hingga mati, akan sulit untuk bangkit kembali karena keterbatasan modal dan kekuatan,” tambah Fiki.
Selain masalah impor ilegal, UMKM juga menghadapi tantangan mahalnya biaya dan proses dalam mengurus perizinan. Contohnya, ketika sebuah UMKM membuat merek, mereka harus mengurus Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dengan biaya tinggi, serta mendirikan badan hukum usaha dan membayar pajak.
“Jika dibandingkan dengan produk impor murah yang ilegal, UMKM kita tidak bisa bersaing. Yang kami inginkan adalah kesetaraan dalam berbisnis,” jelas Fiki.
Pembentukan Satgas Pengawasan Barang Impor Ilegal
Sementara itu, Staf Khusus Menteri Perdagangan, Bara Hasibuan, menyatakan bahwa pemerintah telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pengawasan Barang Impor Ilegal pada 18 Juli 2024. Satgas ini bertugas menindak importir nakal yang menyalahgunakan izin impor.
Satgas ini terdiri dari 11 perwakilan Kementerian dan Lembaga yang terkait dengan impor. Saat ini, Tim Satgas masih memetakan rencana aksi yang akan segera dilaksanakan untuk mencegah semakin banyaknya impor ilegal masuk ke Indonesia.
“Kami berharap minggu ini ada kasus yang bisa kami ungkap. Satgas telah mengumpulkan data tentang barang ilegal yang beredar luas dan dikeluhkan,” ujar Bara.
Bara menegaskan bahwa Satgas tersebut diberi waktu enam bulan untuk memastikan pelaku usaha dalam negeri terlindungi dari bahaya impor produk ilegal. Dia juga memastikan penindakan terhadap barang impor ilegal ini hanya menyasar importir, bukan penjual di pasar atau mal.
“Satgas memiliki waktu 6 bulan hingga Desember 2024, jadi mereka harus bergerak cepat untuk mengidentifikasi dan menindak mengapa barang impor ilegal begitu mudah beredar di pasar,” tutup Bara.