Edamame atau kedelai Jepang merupakan komoditas pertanian yang memiliki dwi fungsi, yakni sebagai komoditas sayuran dan komoditas palawija. Bisa dikonsumsi segar sebagai sayuran saat polong masih berwarna hijau atau dengan umur panen sekitar 48-70 hari. Bisa pula dipanen sebagai palawija ketika umur 90 hari atau dijadikan benih kembali.
Edamame mulai dikenal sejak awal tahun 1990-an. Menurut Pakar Pertanian IPB Munif Ghulamahdi, konon sekitar tahun 1992 ada seorang pengusaha yang membawa Edamame ke Jakarta. Namun saat itu masih belum ada yang mengembangkan dan melihat potensinya. Barulah sekitar awal tahun 1993 sudah mulai dilakukan ujicoba di kota Jember Jawa Timur dan Bogor Jawa Barat oleh Tatang Hadinata, Pemilik Saung Mirwan dengan benih yang didatangkan langsung dari Jepang.
Edamame memiliki kelebihan, di antaranya mengandung protein lengkap kualitas tinggi terbanyak dibanding tumbuhan lainnya. Hanya Edamame yang mampu menandingi protein yang terkandung dalam telur, susu dan daging. Selain itu mengandung 9 asam amino yang penting untuk tubuh. Nilai gizinya juga setara dengan susu sapi. Selain sebagai sumber Vitamin E juga mengandung isoflavon dan saponin yang merupakan antioksidan, sebagai pencegah kanker, osteoporosis dan menunda menopause. Kandungan lemak tak jenuh, fiber, mineral dan vitamin Edamame tinggi serta rendah lemak jenuh.
Protein Edamame juga bisa mengurangi kolesterol (menghindari penyakit jantung), kalsium Edamame membangun kembali kepadatan tulang, cocok dijadikan sebagai makanan dan minuman penderita autisme, cocok dijadikan sebagai makanan atau minuman para vegetarian, mengurangi kadar kolesterol darah, mencegah stroke, jantung koroner dan hipertensi, mencegah migrain (sakit kepala sebelah) dan mencegah penuaan dini.
Edamame juga bisa dipanen saat muda sehingga dikonsumsi sebagai sayuran. Edamame kaya nutrisi dan kalsium. Kandungan proteinnya 16%, hampir 2 kali lipat dari buncis. Biji/kacang Edamame lebih besar dari kedelai biasa dan menurut Munif Ghulamahdi, yang paling membedakan Edamame dengan kedelai biasa adalah ukurannya. Jika 100 biji kedelai biasa hanya seberat 10-15 gram, Edamame justru mencapai 30 gr.
Ditambahkan Son Innamor Victor Paath, Pemilik CV. Greensoya Agrindo (Edamame Shop), Edamame ternyata tidak hanya enak dimakan sebagai sayuran, tetapi juga bisa diolah sebagai penganan enak dan bergizi, seperti yang dilakukan CV. Greensoya Agrindo yang mengolah Edamame menjadi bentuk powder (susu bubuk), Pia Edamame, Pastry (Brownies dan lain-lain), Jus, Edamame Crispy, Keripik Edamame dan sebagainya.
Prospek dan Persaingan. Muhammad Wasil Sayuti, Kepala Bagian Produksi Saung Mirwan yang menguasai cara budidaya Edamame, prospek tanaman kedelai Jepang ini ke depan masih cukup bagus dikembangkan, karena bisa ditanam di mana saja di seluruh Indonesia serta banyaknya permintaan. Dari tahun ke tahun pelaku/pembudidaya tanaman Edamame terus bertambah banyak dan diimbangi jumlah permintaan yang terus meningkat baik dari pasar lokal maupun luar negeri.
Di tengah tingginya permintaan Edamame, ternyata kondisi di lapangan tidak diimbangi dengan ketersediaan benih. Banyak petani yang kekurangan pasokan benih. Dalam hal ini jumlah pelaku pembudidaya masih lebih banyak dibanding pelaku pembenihan. Di lapangan juga masih lebih banyak pembudidaya kecil daripada pembudidaya besar skala perusahaan.
Peluangnya masih terbuka lebar menurut Son Innamor Victor Paath karena masih banyak permintaan yang belum terpenuhi. M Wasil Sayuti juga menyarankan ada baiknya supaya tetap diminati para customer, para pelaku usaha tetap memperhatikan konsistensi kualitas.
Lebih ditegaskan oleh Munif Ghulamahdi bahwa tanaman ini selain dikonsumsi masyarakat luar negeri, juga banyak dikonsumsi masyarakat lokal perkotaan kelas menengah atas. Sehingga dengan semakin bertambahnya area perkotaan, semakin bertambah juga peluang pasar Edamame. Karena selain dijual untuk kalangan rumah tangga dan home industry, Edamame juga banyak digunakan untuk kebutuhan restoran dan hotel khususnya yang menyasar pangsa pasar ekspatriat Jepang
Pembenihan Lebih Menguntungkan. Menurut Munif Ghulamahdi jika dibandingkan antara usaha pembenihan dan budidaya, usaha pembenihan akan lebih menguntungkan. Sebab benih akan terus dibutuhkan oleh para pembudidaya, sedangkan pelakunya masih sedikit. Seperti yang dialami Arief Sukirmawan, pembenih asal Jawa Timur yang menangguk untung sekitar 76%, sedangkan pembudidaya Edamame, seperti Abdul Majid hanya meraih untung sebesar 50%. Karena dalam hal ini pelaku pembenihan masih sedikit sehingga harga bisa ditentukan sendiri oleh pelaku usaha.
Untuk pemula usaha bisa memulai usaha dengan lahan budidaya seluas 0,3 hektar dengan modal sekitar Rp 2-3 juta, tetapi lebih ekonomis dan menguntungkan jika menanam pada lahan seluas 1 hektar. Apalagi pemula tidak perlu membeli lahan, cukup dengan cara sewa, bisnis sudah bisa dijalankan. Balik modal biasanya setelah panen pertama.