Viral Rojali dan Rohana Bikin Mal Makin Ramai Namun Sepi Transaksi

0
14
Viral Rojali dan Rohana Bikin Mal Makin Ramai Namun Sepi Transaksi
Viral Rojali dan Rohana Bikin Mal Makin Ramai Namun Sepi Transaksi (Foto Ilustrasi, Belanja di Mall)
Pojok Bisnis

Fenomena Viral Rojali dan Rohana tengah jadi sorotan publik dan pelaku usaha. Di tengah pemulihan ekonomi, kehadiran dua istilah ini justru membuat omzet pusat perbelanjaan menurun drastis. Rojali (rombongan jajan lihat-lihat) dan Rohana (rombongan hanya nanya) kini dianggap sebagai simbol konsumen dengan daya beli rendah yang memenuhi mal namun minim transaksi. Istilah ini viral di media sosial dan mulai diperbincangkan secara serius di kalangan pengusaha ritel.

Menurut data Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), meskipun tingkat kunjungan ke mal meningkat, tak berarti itu berbanding lurus dengan peningkatan penjualan. Mal justru semakin padat oleh para Rojali dan Rohana yang hanya datang untuk melihat-lihat, menikmati pendingin udara, atau sekadar berburu konten media sosial.

Pengunjung Makin Ramai, Tapi Minim yang Belanja!

Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah menyebutkan bahwa saat ini banyak pelaku usaha makanan dan minuman (F&B) justru diuntungkan oleh fenomena Viral Rojali dan Rohana, terutama tenant yang menawarkan harga terjangkau. Meski demikian, pengusaha ritel lain seperti fesyen, elektronik, hingga kosmetik justru merasakan penurunan omzet yang signifikan.

“Yang datang banyak, tapi yang beli sedikit. Mereka cuma numpang foto-foto, makan hemat, dan cuci mata. Kalau ditanya-tanya malah bilang ‘nanya doang ya, Kak’. Inilah realitas baru pasca-pandemi,” ungkap salah satu pengelola mal di Jakarta Selatan.

PT Mitra Mortar indonesia

Tidak sedikit pelaku usaha mengeluhkan bahwa mereka harus tetap membayar sewa tempat dan gaji karyawan, padahal transaksi penjualan tidak mengalami kenaikan. Beberapa bahkan sudah mempertimbangkan restrukturisasi usaha hingga efisiensi operasional.

Situasi ini dinilai sebagai efek lanjutan dari melemahnya daya beli masyarakat, terutama di tengah tekanan inflasi, naiknya harga bahan pokok, dan ketidakpastian ekonomi global. Banyak konsumen lebih memilih menahan pengeluaran, sekalipun mereka tetap datang ke pusat perbelanjaan.

Pakar pemasaran Yuswohady menjelaskan bahwa fenomena Rojali dan Rohana sebenarnya bukan hal baru, namun kali ini terasa lebih masif karena didorong oleh tren media sosial dan kebiasaan pascapandemi yang berubah. “Konsumen sekarang lebih rasional, lebih banyak window shopping ketimbang impulsif buying,” ujarnya.

Sementara itu, pemerintah didorong untuk menjaga stabilitas harga dan memperkuat daya beli masyarakat agar sektor ritel tidak semakin terpuruk. Salah satu opsi yang tengah dipertimbangkan adalah stimulus pajak atau dukungan promosi dagang secara digital.

Dengan kondisi ini, para pelaku usaha ritel diimbau untuk lebih kreatif dalam menghadapi tren baru tersebut. “Mal harus jadi lebih dari sekadar tempat belanja. Harus ada experience, interaksi, dan inovasi agar pengunjung tak hanya datang, tapi juga belanja,” tambah Yuswohady.

DISSINDO
Top Mortar Semen Instan