
Upaya diversifikasi pangan nasional kini kian diperkuat dengan mendorong pemanfaatan sumber daya lokal sebagai fondasi utama. Badan Pangan Nasional (NFA) menegaskan langkah ini sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2024 yang mengatur percepatan penganekaragaman konsumsi pangan berbasis potensi sumber daya lokal. Aturan tersebut menjadi pijakan strategis untuk mewujudkan sistem pangan nasional yang mandiri, sehat, dan berkelanjutan.
Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi, menyebut bahwa pengembangan pangan lokal tidak hanya menjadi bagian dari solusi atas ketahanan pangan, tetapi juga bagian dari transformasi menyeluruh ekosistem pangan nasional.
“Perpres 81/2024 ini adalah panduan utama kita. Melalui pengembangan pangan lokal seperti singkong, sorgum, jagung, sagu, dan sukun, kita tidak hanya memperkuat ketahanan pangan, tapi juga membuka ruang pertumbuhan ekonomi dari daerah,” ujarnya, Kamis (10/7/2025).
Langkah konkret dalam menjalankan amanat ini tampak dari kegiatan panen dan pengolahan sorgum di SEIN Farm, Sorgum Center Indonesia, Kota Bandung, Rabu (9/7). Deputi Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan NFA, Andriko Noto Susanto, yang hadir langsung dalam acara tersebut menekankan pentingnya mengurangi ketergantungan pada beras dan terigu.
“Kita memiliki banyak sumber karbohidrat yang potensial. Sorgum salah satunya, yang adaptif di banyak daerah dan memiliki nilai ekonomi yang baik. Pengembangannya di Bandung adalah contoh nyata diversifikasi pangan yang harus terus kita dorong,” ujar Andriko.
Pangan Lokal Perlu Masuk Sistem Ekonomi Nasional
Andriko menambahkan, potensi ekonomi dari pangan lokal bisa semakin besar bila dimasukkan ke dalam sistem ekonomi nasional. Apalagi Presiden Prabowo Subianto sudah menegaskan pentingnya kemandirian pangan sebagai agenda utama pemerintah. Program-program seperti Koperasi Desa Merah Putih dan Makan Bergizi Gratis pun siap menyerap hasil panen petani lokal.
Namun tantangan besar masih menghadang. Salah satunya adalah pola konsumsi masyarakat yang masih sangat berorientasi pada beras. Data Direktori Konsumsi Pangan Nasional 2024 menunjukkan konsumsi beras nasional mencapai 92 kg/kapita/tahun, jauh di atas konsumsi alternatif seperti singkong, ubi jalar, atau sagu.
Untuk mengubah pola pikir masyarakat, promosi dan edukasi terus dilakukan, termasuk melalui program B2SA Goes to School. Sepanjang 2024, kampanye ini telah menjangkau 380 sekolah di 38 provinsi dengan lebih dari 80 ribu siswa sebagai peserta.
Dari sisi daerah, Pemerintah Kota Bandung menyambut baik upaya ini. Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Bandung, Gin Gin Ginanjar, menyebut sorgum sebagai pangan alternatif yang bernilai tinggi, baik dari sisi gizi maupun ekonomi. Seluruh bagian tanaman ini bisa dimanfaatkan, menjadikannya komoditas yang menjanjikan bagi ketahanan dan kemandirian pangan lokal.
Sementara itu, Direktur Sorgum Center Indonesia, Wisnu Cahyadi, menuturkan bahwa pengembangan sorgum di tempatnya adalah hasil kolaborasi antara dunia riset dan praktik lapangan. Bersama Universitas Pasundan dan BRIN, sorgum dikembangkan bukan hanya sebagai bahan pangan, tapi juga pakan ternak dan sumber energi alternatif.
“Sorgum itu tahan terhadap cuaca ekstrem, waktu panennya singkat, dan manfaatnya beragam. Ini bukti bahwa pangan lokal punya masa depan cerah dan layak diperjuangkan,” tandas Wisnu.