
Pemerintah memastikan bahwa izin pertambangan milik PT GAG Nikel yang berlokasi di Raja Ampat, Papua Barat Daya, masih berlaku dan tidak termasuk dalam daftar perusahaan yang izinnya dicabut. Keputusan ini berbeda dengan empat perusahaan lain di wilayah yang sama yang harus merelakan pencabutan izin pertambangan mereka oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Empat perusahaan yang resmi dicabut izinnya adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, serta PT Kawei Sejahtera Mining. Meski begitu, kegiatan produksi di seluruh perusahaan tambang di kawasan tersebut dihentikan sementara untuk evaluasi.
Hanya Satu Perusahaan Kantongi RKAB 2025
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa penghentian produksi dilakukan serentak pada Kamis (5/6/2025), menyusul peninjauan terhadap legalitas dan kelengkapan dokumen setiap IUP yang beroperasi di wilayah itu. Dari lima perusahaan tambang yang terdaftar, hanya PT GAG Nikel yang sudah mendapatkan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk tahun 2025.
“Dari lima IUP yang ada, hanya satu yang sudah mengantongi RKAB tahun ini, yaitu PT GAG Nikel. Sementara empat lainnya belum dapat, jadi tidak bisa beroperasi sampai ada kejelasan,” ujar Bahlil dalam konferensi pers di Istana Negara, Selasa (10/6/2025).
Kelima perusahaan yang memiliki izin di wilayah ini meliputi:
-
PT GAG Nikel – 13.136 hektare
-
PT Kawei Sejahtera Mining – 5.922 hektare
-
PT Mulia Raymond Perkasa – 2.193 hektare
-
PT Anugerah Surya Pratama – 1.173 hektare
-
PT Nurham – 3.000 hektare
Namun dari semuanya, hanya PT GAG Nikel yang masih beroperasi dengan status kontrak karya, yang berarti tunduk pada aturan kontraktual berbeda dari IUP biasa.
Sejarah Panjang Aktivitas Tambang di Pulau Gag
Bahlil juga menyoroti bahwa kegiatan pertambangan oleh PT GAG Nikel bukan hal baru. Eksplorasi di Pulau Gag sudah berlangsung sejak tahun 1972. Perusahaan ini memperoleh kontrak karya pada 1998, dan setelah melalui fase eksplorasi lanjutan pada 2002 hingga 2008, pembangunan proyek dimulai antara 2015 sampai 2017, sebelum akhirnya memulai produksi pada 2018.
Dari luas keseluruhan Pulau Gag yang mencapai lebih dari 13.000 hektare, area tambang aktif hanya sekitar 260 hektare. Dari total itu, lebih dari 130 hektare telah direklamasi dan sekitar 54 hektare sudah diserahkan kembali ke negara.
“Jadi dari 260 hektare yang sudah dibuka, lebih dari separuhnya sudah direklamasi, dan sebagian bahkan sudah kami kembalikan ke negara. Saat ini masih tersisa sekitar 130 hektare yang masih aktif,” jelas Bahlil.