Gempuran Produk Impor Tekan Manufaktur, PMI RI April Anjlok 5,7 Poin

0
14
Gempuran Produk Impor Tekan Manufaktur, PMI RI April Anjlok 5,7 Poin
Gempuran Produk Impor Tekan Manufaktur, PMI RI April Anjlok 5,7 Poin (Foto Ilustrasi)
Pojok Bisnis

Industri manufaktur dalam negeri kembali menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Ketidakpastian yang melanda pasar global serta tekanan dari masuknya produk impor membuat sektor ini goyah, tercermin dari merosotnya Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia yang pada April 2025 turun ke level 46,7. Angka ini menandakan fase kontraksi, karena berada di bawah ambang batas 50, berdasarkan data dari S&P Global.

“Jika kita bandingkan dengan bulan sebelumnya, penurunannya cukup tajam yakni 5,7 poin dari posisi 52,4 pada Maret. Ini jelas menunjukkan adanya penurunan kepercayaan dari pelaku industri terhadap kondisi usaha saat ini,” ujar Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (2/5).

Febri menambahkan, survei PMI ini merepresentasikan persepsi pelaku industri manufaktur atas iklim usaha mereka. Penurunan ini, kata dia, menjadi cerminan tekanan psikologis yang dialami pelaku usaha akibat gejolak tarif dagang global dan membanjirnya produk impor yang menekan pasar dalam negeri.

Indeks Kepercayaan Industri Ikut Melemah

Tak hanya PMI, Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada April 2025 juga tercatat menurun menjadi 51,90, turun 1,08 poin dibandingkan Maret yang berada di angka 52,98. Jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, IKI juga terkoreksi 0,40 poin.

PT Mitra Mortar indonesia

“Pelaku industri banyak yang masih menunggu kejelasan hasil perundingan antara pemerintah Indonesia dan pihak Amerika Serikat. Mereka berharap adanya kepastian kebijakan agar bisa kembali menjalankan usahanya dengan rasa percaya diri,” jelas Febri.

Menurutnya, kekhawatiran para pengusaha tidak hanya tertuju pada pemberlakuan tarif resiprokal dari Presiden Trump, tetapi juga pada risiko masuknya produk-produk dari negara lain yang terdampak tarif tersebut. Indonesia dinilai berpotensi menjadi tujuan pelimpahan produk impor dalam jumlah besar.

Dorongan Kebijakan Perlindungan Industri Lokal

Situasi ini membuat banyak asosiasi industri menyampaikan kegelisahan mereka kepada pemerintah. Mereka menuntut adanya kebijakan yang jelas dan berpihak pada pelaku industri dalam negeri, guna menjaga daya saing dan menghindari dominasi barang impor di pasar domestik.

“Struktur pasar kita sangat bergantung pada konsumsi dalam negeri, dengan sekitar 80% produk industri terserap di pasar lokal dan hanya 20% yang diekspor. Oleh karena itu, menjaga pasar dalam negeri adalah bentuk nyata dari keberpihakan terhadap industri nasional,” tegas Febri.

Ia juga menekankan pentingnya sinergi antarlembaga pemerintah dalam menciptakan kebijakan yang pro terhadap investasi dan perlindungan industri nasional. “Jangan sampai permintaan yang menurun ini malah dimanfaatkan oleh produk impor untuk menguasai pasar kita,” tambahnya.

Indonesia Terpukul Paling Dalam di Antara Negara Kawasan

Dalam laporan yang sama dari S&P Global, Indonesia tercatat mengalami penurunan PMI manufaktur paling tajam dibandingkan negara-negara lain di kawasan. Sementara Filipina masih berada di zona ekspansi berkat kebijakan dalam negerinya yang mendukung industri, beberapa negara lain juga mengalami kontraksi, seperti Thailand (49,5), Malaysia (48,6), Jepang (48,5), dan Korea Selatan (47,5). Bahkan Inggris mencatat angka paling rendah dengan PMI hanya 44,0.

“Ini jadi alarm bagi kita semua untuk segera bergerak dengan kebijakan yang berpihak dan konkret dalam melindungi industri manufaktur lokal,” pungkas Febri.

DISSINDO
Top Mortar Semen Instan