iPhone Tak Jadi Mahal? AS Bebaskan Perangkat Teknologi dari Tarif Ekspor

0
17
iPhone Tak Jadi Mahal? AS Bebaskan Perangkat Teknologi dari Tarif Ekspor
iPhone Tak Jadi Mahal? AS Bebaskan Perangkat Teknologi dari Tarif Ekspor (Foto Ilustrasi dari Chipset Apple)
Pojok Bisnis

Amerika Serikat akhirnya memberikan kejelasan soal kebijakan tarif resiprokal yang diumumkan Presiden Donald Trump awal bulan ini. Melalui panduan terbaru dari Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS, sejumlah perangkat teknologi seperti ponsel pintar dan komputer dinyatakan tidak termasuk dalam daftar barang yang dikenai tarif impor hingga 145 persen.

Panduan tersebut dirilis Jumat malam waktu setempat, menyusul kebijakan tarif tinggi terhadap produk asal China yang sempat menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan pelaku industri teknologi. Keputusan ini menjadi angin segar, terutama bagi perusahaan seperti Apple yang selama ini mengandalkan pabrik di China untuk merakit sebagian besar perangkat mereka, mulai dari iPhone hingga MacBook.

Tak hanya ponsel dan komputer, beberapa komponen penting lain seperti chip semikonduktor, panel TV layar datar, flash drive, hingga sel surya juga termasuk dalam daftar barang yang sementara dibebaskan dari tarif tambahan. Meski ada kemungkinan tarif akan tetap dikenakan, nilainya diprediksi jauh lebih rendah dibanding tarif 145% yang berlaku untuk kategori produk lain.

Analis pasar menilai langkah ini sebagai bentuk kompromi politik dan ekonomi di tengah tekanan besar dari industri. “Ini seperti mimpi yang jadi kenyataan bagi para investor teknologi,” ujar Dan Ives, Kepala Riset di Wedbush Securities kepada CNBC. Ia menekankan bahwa kebijakan tarif sebelumnya telah menjadi “awan hitam” yang membayangi sektor teknologi besar sejak awal diumumkan.

PT Mitra Mortar indonesia

Tekanan Pasar dan Respon Gedung Putih

Sektor perangkat teknologi global sempat diguncang oleh pengumuman tarif impor Trump, dengan Apple dilaporkan kehilangan nilai pasar lebih dari USD 640 miliar. Harga iPhone bahkan diprediksi bisa meroket hingga USD 3.500 jika tarif diberlakukan penuh. Gejolak itu juga memicu penurunan tajam di bursa, dengan indeks S&P 500 anjlok lebih dari 5% hanya dalam hitungan hari.

Pasar obligasi pun tak luput dari dampak. Imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun melesat lebih dari 50 basis poin, salah satu lonjakan tertinggi yang pernah tercatat. Kondisi ini memaksa Gedung Putih mengambil langkah mundur, termasuk menunda pemberlakuan tarif tambahan terhadap beberapa negara selama 90 hari. Meski demikian, China tetap menjadi target utama tarif maksimal.

Tarif tambahan yang semula ditujukan kepada seluruh mitra dagang, kini lebih selektif. Barang-barang yang telah meninggalkan gudang sejak 5 April 2025 pun dikecualikan berdasarkan kebijakan baru, memberi ruang bernapas bagi eksportir AS dalam menghitung risiko dan biaya logistik.

China Balas Menyerang

Di sisi lain, China tak tinggal diam. Negeri Tirai Bambu itu merespons kebijakan Trump dengan menaikkan tarif balasan atas produk asal AS dari 84% menjadi 125%. Dalam pernyataan resminya, Komisi Tarif Bea Cukai Dewan Negara China bahkan menyebut kebijakan tarif Trump sebagai “lelucon ekonomi” jika terus diberlakukan.

“Jika AS bersikeras menaikkan tarif lebih tinggi lagi, maka China tak akan peduli,” tulis pernyataan resmi tersebut. Pernyataan itu menegaskan sikap keras Beijing dalam perang dagang yang kembali memanas.

Dengan kebijakan saling balas ini, tensi perdagangan AS-China kembali mencapai titik kritis. Namun bagi perusahaan teknologi, pengecualian sementara ini memberikan waktu untuk menyusun strategi mitigasi dan menilai ulang ketergantungan mereka terhadap rantai pasok di China.

DISSINDO
Top Mortar Semen Instan