Melalui Badan Kebijakan Perdagangan (BKPerdag), Kementerian Perdagangan memproyeksikan ekspor Indonesia akan mencapai angka USD 294,45 miliar pada 2025, dengan pertumbuhan 7,1 persen. Target ini diharapkan terus meningkat hingga 2029, mencapai USD 405,69 miliar dengan pertumbuhan sebesar 9,64 persen. Angka-angka tersebut dirancang untuk mendukung visi Presiden Prabowo Subianto yang menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen pada tahun 2029.
Kepala BKPerdag, Fajarini Puntodewi, mengungkapkan hal ini dalam acara Gambir Trade Talk (GTT) ke-17 yang berlangsung secara hybrid di Hotel Borobudur Jakarta pada Selasa (19/11). Dengan tema “Outlook Perdagangan Luar Negeri Indonesia Tahun 2025”, diskusi tersebut membahas pentingnya ekspor sebagai motor penggerak ekonomi nasional.
“Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen pada 2029, ekspor Indonesia perlu tumbuh antara 7 hingga 10 persen. Pada 2025, nilai ekspor diproyeksikan mencapai USD 294,45 miliar dengan pertumbuhan 7,1 persen. Angka ini harus terus meningkat hingga mencapai USD 405,69 miliar pada 2029,” jelas Puntodewi.
Proyeksi dan Tantangan Ekonomi Global
Menurut analisis Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF), ekonomi global pada 2025 diperkirakan tumbuh di kisaran 2,7 hingga 3,2 persen. Sementara itu, ekonomi Indonesia diproyeksikan tumbuh 5,1 persen, naik dari estimasi 5 persen pada 2024. Perdagangan barang dan jasa global juga diharapkan tumbuh 3,4 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
Namun, tantangan besar juga menanti, termasuk hambatan perdagangan dan potensi penurunan harga komoditas. Direktur Eksekutif CORE Indonesia, M. Faisal, dalam diskusi tersebut memperingatkan bahwa meskipun surplus perdagangan Indonesia diperkirakan berlanjut pada 2025, situasinya akan semakin menantang karena permintaan global melemah dan hambatan perdagangan meningkat.
Strategi Kunci untuk Mendukung Ekspor
Fajarini menekankan bahwa untuk mencapai target ambisius tersebut, pemerintah telah menyusun tiga fokus utama:
- Penguatan pasar domestik, dengan memastikan produk lokal mampu bersaing di pasar dalam negeri.
- Perluasan pasar ekspor, melalui peningkatan pangsa pasar produk Indonesia di pasar global.
- Dukungan untuk UMKM, melalui program “Berani Inovasi, Siap Adaptasi (BISA) Ekspor” yang bertujuan meningkatkan kontribusi UMKM dalam ekspor nasional.
Ketua Komite Perdagangan Luar Negeri APINDO, Budihardjo Iduansjah, menyoroti peluang dari pergeseran rantai nilai global yang memunculkan rantai nilai regional serta optimalisasi perjanjian dagang preferensial. Meski demikian, ia juga mengingatkan adanya tantangan seperti deindustrialisasi, biaya ekonomi yang tinggi, serta kebijakan proteksionis dari mitra dagang utama seperti AS dan Tiongkok.
Pengaruh Geopolitik terhadap Perdagangan Indonesia
Peningkatan tarif impor Amerika Serikat terhadap produk Tiongkok, seiring terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden, juga diprediksi memengaruhi peta perdagangan global. Situasi ini memungkinkan terjadinya trade diversion, di mana produk-produk Tiongkok mencari pasar baru, termasuk Indonesia. Kondisi tersebut dapat meningkatkan tekanan pada pasar domestik, terutama di sektor tekstil dan produk turunannya.
Diskusi yang dihadiri oleh berbagai pakar seperti M. Faisal dari CORE Indonesia, Budihardjo Iduansjah dari APINDO, dan akademisi Arum Kusumaningtyas, menyoroti pentingnya strategi bersama antara pemerintah, pengusaha, dan UMKM untuk memanfaatkan peluang sekaligus mengatasi tantangan perdagangan internasional pada tahun-tahun mendatang.
Dengan langkah-langkah strategis ini, Indonesia optimis dapat terus meningkatkan daya saing dan memperkuat posisi di pasar global, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.