Merosotnya sektor manufaktur di Indonesia turut memperparah angka pengangguran di tanah air. Hal ini terlihat dari meningkatnya kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) serta bertambahnya peserta BPJS Ketenagakerjaan yang statusnya menjadi non-aktif. Dampak lain dari meningkatnya pengangguran ini adalah lonjakan klaim BPJS Ketenagakerjaan.
Jumlah peserta BPJS Ketenagakerjaan yang non-aktif mengalami kenaikan, di mana hingga Juli 2024, tercatat sebanyak 20.023.659 peserta yang tidak lagi aktif. Angka ini menunjukkan peningkatan 0,12% dibandingkan Juni 2024 yang mencapai 19.998.867 peserta. Dari jumlah tersebut, 18.883.097 adalah peserta yang menerima upah, sedangkan 1.140.562 lainnya adalah peserta yang tidak menerima upah.
Pekerja penerima upah adalah mereka yang bekerja di bawah pemberi kerja dengan imbalan gaji atau upah. Sebaliknya, pekerja bukan penerima upah adalah mereka yang bekerja secara mandiri atau menjalankan usaha sendiri.
Peningkatan PHK Memicu Lonjakan Klaim BPJS
Selain itu, meningkatnya kasus PHK juga memicu peningkatan klaim terhadap BPJS Ketenagakerjaan. Hingga akhir Juli 2024, BPJS Ketenagakerjaan telah mencairkan 32.931 klaim untuk Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), yang menunjukkan kenaikan 8,7% dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya. Total dana yang dikeluarkan mencapai Rp237,04 miliar, sementara dana yang dikelola untuk program JKP mencapai Rp13,43 triliun hingga 31 Juli 2024.
Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan, periode Januari hingga Juni 2024 mencatat sebanyak 32.064 pekerja terkena PHK, meningkat 21,4% dari periode yang sama tahun lalu yang hanya mencapai 26.400 pekerja. Pada periode Januari hingga Juli 2024, angka PHK melonjak lebih tinggi hingga mencapai 42.863 pekerja.
Banyak Perusahaan di Indonesia Gulung Tikar
Kondisi ini diperparah oleh kebangkrutan banyak perusahaan di Indonesia, terutama di sektor tekstil dan produk tekstil (TPT). Rendahnya penjualan dan minimnya pesanan membuat banyak pabrik harus menutup operasinya. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, menyebutkan bahwa awalnya PHK di sektor TPT dilakukan sebagai bagian dari efisiensi perusahaan. Menurutnya, sejak 2019, tercatat 36 pabrik tekstil besar dan menengah telah tutup, sementara 31 pabrik lainnya melakukan PHK.
Ristadi menambahkan bahwa mayoritas pabrik yang tutup berlokasi di pusat-pusat industri tekstil, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Banten. Beberapa daerah yang terdampak antara lain Kabupaten Serang, Tangerang, Bandung, Semarang, Sukoharjo, Karanganyar, dan Pekalongan.
Kasus terbaru adalah kebangkrutan PT Aditec Cakrawiyasa, produsen kompor gas dan aksesoris merek Quantum, yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 22 Juli 2024. Direktur perusahaan, Iwan Budi Buana, menjelaskan bahwa kebangkrutan ini adalah akibat dari proses yang panjang, terutama setelah penurunan penjualan dan kenaikan biaya tetap sejak PKPU pada 2019 dan masa pasca-Covid.