Emas, baik dalam bentuk batangan maupun perhiasan, telah menjadi pilihan investasi yang populer di kalangan masyarakat Indonesia. Keunggulan instrumen ini terletak pada stabilitas harga jualnya yang cenderung terus meningkat dari waktu ke waktu.
Data dari Kementerian Perindustrian menunjukkan bahwa ekspor perhiasan dan barang berharga mencapai nilai USD547,5 juta pada tahun 2023, meningkat 67,7% dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar USD326 juta. Di pasar internasional, emas juga mencatat rekor tertinggi sepanjang masa.
“Kita melihat berita bagus, harga emas beberapa waktu lalu mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah di angka USD2.515 per troy ons,” kata Andi Rizaldi, Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (20/8).
Pentingnya Penerapan SNI pada Produk Emas
Pertumbuhan komoditas emas ini harus dibarengi dengan penerapan SNI 8880:2020 pada produk-produk emas oleh perusahaan industri. Ini sangat penting karena konsumen tidak bisa menilai kadar karat emas hanya dengan melihatnya secara visual.
Oleh karena itu, diperlukan pengujian produk emas di laboratorium terakreditasi sesuai dengan standar yang tercantum dalam SNI 8880:2020. “Dengan adanya logo SNI pada produk emas, konsumen akan sangat terbantu, dan bagi perusahaan industri, ini akan meningkatkan daya saing produk karena meningkatkan nilai tambahnya,” jelas Andi.
Andi menambahkan, penerapan standar emas ini juga akan mendorong utilisasi sektor industri perhiasan untuk berkontribusi pada perekonomian nasional serta menjadi hambatan teknis bagi produk impor yang tidak memenuhi standar.
Sertifikasi Produk Emas di Indonesia
Dalam upaya ini, Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Kerajinan dan Batik (BBSPJIKB) Yogyakarta, yang berada di bawah BSKJI Kemenperin, telah menerbitkan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT SNI) untuk produk emas sesuai SNI 8880:2020 kepada 24 perusahaan industri emas di Indonesia.
SNI 8880:2020 mengatur persyaratan mutu produk emas dengan berbagai tipe, mulai dari 8 K hingga 24 K dan bahkan karat emas murni. Karat emas sendiri adalah sistem untuk mengukur tingkat kemurnian emas berdasarkan persentase kandungan emas murni dalam produk tersebut.
Budi Setiawan, Kepala BBSPJIKB, menjelaskan bahwa emas dengan 8 karat memiliki kadar emas 33,33-37,49%, sedangkan emas dengan 24 karat mengandung 99,90-99,98% emas. “Untuk emas murni, kandungan emasnya harus di atas 99,99%,” ungkapnya.
Penerapan SNI emas (SNI 8880:2020) yang telah berlaku sejak 17 Juli 2020 ini masih bersifat sukarela, namun Kemenperin terus mendorong industri emas untuk mengadopsi standar ini. Standar produk emas ini mencakup kategori emas sebagai perhiasan serta parameter kemurniannya.
Budi Setiawan juga menegaskan bahwa proses mendapatkan SPPT SNI emas cukup mudah. Perusahaan dapat mengakses layanan sertifikasi produk emas melalui situs https://sertifikasi.batik.go.id/.
Langkah-langkah Sertifikasi Emas Sesuai SNI
Melalui layanan tersebut, perusahaan akan mendapatkan sertifikasi dari Lembaga Sertifikasi Produk BBSPJIKB (LSPro BBSPJIKB), yang telah terakreditasi dan konsisten menerapkan SNI ISO/IEC 17065:2012, serta memiliki akreditasi Nomor LSPR-025-IDN untuk sertifikasi produk, termasuk untuk logam bukan besi (perak/emas).
Syarat untuk mendapatkan sertifikasi ini meliputi pengunggahan dokumen permohonan, sertifikat merek/pendaftaran merek, dokumen perizinan seperti NIB, NPWP, diagram proses produksi, daftar peralatan, dan dokumen mutu perusahaan.
Proses sertifikasi produk ini menggunakan skema Tipe 3 atau 5 yang mencakup seleksi, pengujian produk, evaluasi lapangan terkait lini produksi, audit sistem manajemen (khusus Tipe 5), dan review serta keputusan sertifikasi. Skema ini dilanjutkan dengan surveillance, yaitu evaluasi dan pengujian lapangan kembali terkait lini produksi pemohon sertifikasi. “Masa berlaku SPPT SNI adalah 4 tahun dengan dua kali proses surveillance,” pungkas Budi.