Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan bahwa target Net Zero Emissions (NZE) akan tercapai pada tahun 2060, dengan puncak emisi karbon di Indonesia diperkirakan terjadi pada tahun 2030. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Eniya Listiani Dewi, menegaskan pentingnya mencapai puncak emisi karbon pada tahun 2030.
“Jangan sampai target ini mundur ke 2035. Jika itu terjadi, kita tidak akan mencapai NZE pada 2060, atau kurvanya akan terlalu tajam, yang juga tidak mungkin,” kata Eniya dalam acara Green Economy Expo: Advancing Technology, Innovation and Circularity pada Kamis (4/7/2024). Oleh karena itu, Kementerian ESDM sedang berupaya untuk menggenjot penggunaan energi bersih dalam lima tahun ke depan agar selaras dengan target yang telah ditetapkan.
Upaya Kementerian ESDM
“Target penurunan emisi sekitar 993 juta ton CO2 equivalent harus terus diupayakan. Memang sulit menurunkan emisi, terutama karena penggunaan emisi masih tinggi hingga 2030,” tambahnya.
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, menyatakan pesimisme terhadap tercapainya target NZE pada 2060. Awalnya, pemerintah Indonesia menargetkan NZE tercapai pada 2050, namun berbagai pertimbangan membuat target mundur ke 2060.
“Awalnya target kita adalah 2050, tapi kemudian ada yang mengusulkan mundur ke 2060. Tapi bahkan 2060 mungkin belum tercapai,” ungkap Suharso di Kantor Kementerian PPN/Bappenas pada Senin (10/6/2024). Menurut Suharso, perubahan iklim yang semakin parah menjadi tantangan besar dalam mencapai NZE 2060.
Ia memberikan contoh mengenai tanaman yang kesulitan melakukan fotosintesis dan lebih banyak melakukan fotorespirasi, yang justru menyemburkan CO2 kembali ke udara. “Di daerah subtropis, angin musim panas yang seharusnya sejuk kini justru panas, seperti badai panas yang terjadi di Dubai, Uni Emirat Arab beberapa waktu lalu,” jelasnya.
Selain itu, minyak dan gas bumi masih memiliki peran besar dalam bauran energi primer Indonesia, dengan minyak sekitar 30% dan gas bumi 16%. Oleh karena itu, pengembangan minyak dan gas bumi membutuhkan inovasi agar Indonesia bisa menghasilkan sumber energi rendah emisi.