Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo menyampaikan sudah menyampaikan gagasan yang disebutnya strategi dorongan besar itu pada tokoh-tokoh bangsa, pemerintah hingga Presiden RI. Ia menegaskan bisa mempertanggungjawabkan atas data yang disampaikan dalam symposium bertema mewujudkan kemandirian pangan dan energi dalam rangka menciptakan pertumbuhan ekonomi dua digit.
Menurutnya gagasan besar Indonesia ternyata tidak diterima oleh pihak-pihak tertentu di dunia. Maklum sebagai negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia, negara dengan kekayaan alam peringakat 3 dunia hingga Indonesia merupakan negara bio diversity nomor 2 setelah Brazil, Indonesia seharusnya menjadi negara dengan kekuatan besar.
Prabowo menyoroti stagnasi angka produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia sejak 1968 hingga 2018 yang cenderung berada di bawah 5.000 dollar Amerika Serikat (AS). Angka itu disebutnya tertinggal jauh dibandingkan negara-negara lain, seperti Amerika Serikat, Perancis, dan Korea Selatan dengan rata-rata pertumbuhan domestik bruto meningkat tiap tahunnya (lihat info grafis).
Menurut Prabowo, angka PDB per kapita Indonesia semestinya bisa lebih tinggi. Selama hampir lima tahun, angka pertumbuhan ekonomi Indonesia juga stagnan di kisaran 5 persen.
Prabowo khawatir mendengar para pakar ekonomi pemerintahan dengan bangga menyebut pertumbuhan ekonomi Indoensia di angka 5%. Tapi Menurut Prabowo menurut data dari Bank Dunia, PDB perkapita kita 3% bukan 5%. Sementara itu Bank Dunia juga memprediksi jika pertumbuhan ekonomi Indonesia berada diangka 4% bahkan bisa turun ke angka 3,7 % jika ekonomi Tiongkok slow down.
Sementara itu skenario terbaik simulasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang disampaikan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) 2020 hingga 2024 yang disampaikan pada Juni 2019 bahwa dalam lima tahun pertumbuhan ekonomi terbaik (best case scenario) 6 persen, skenario menengah 5,7 persen dan skenario terburuk 5,4 persen.
“Ini membuat saya terpukul dimana Negara lain terus naik, tim ekonomi kita hanya menjanjikan 6%. Ini sama saja menyerah sebelum bertempur. Sementara jumlah penduduk terus naik sehingga kebutuhan pangan, air, listrik akan naik. Setelah saya pelajari sejarah pembangunan ekonomi, untuk keluar dari kemiskinan dan perangkap negara lemah, kita harus punya sustain double digit push,” papar Prabowo.
Prabowo menyebut, Bank Dunia menyebut negara-negara miskin, papan menengah dan bawah menghadapi 3 hal yakni makanan, energi dan air. Karena itu untuk keluar dari permasalahan tersebut, strategi itu mencakup di antaranya swasembada pangan dalam dua tahun, swasembada energi dalam tiga tahun, menciptakan 28 juta lapangan kerja baru dalam tiga tahun, serta menghentikan impor pangan dan energi 25 miliar dollar AS per tahun. Strategi itu dirumuskan tim perumus yang diketuai Prabowo dan beranggotakan salah satunya ekonom senior Rizal Ramli.
Adapun rincian mengalirnya dana ke luar negeri akibat ketergantungan impor minyak mentah (crude oil) sebesar 16 juta ton dan bahan bakar minyak (BBM) 26 juta ton per tahunnya. Angka ketergantungan minyak mentah dan BBM menghabiskan devisa negara sebesar US$ 20 miliar per tahun. Belum lagi ketergantungan pada bahan pangan khususnya gandum sebesar 18 juta ton per tahun. Demikian pula impor beras 2 juta ton per tahun dan jagung 1 juta ton per tahun yang totalnya menyedot devisa negara US$ 5 miliar per tahunnya.
Swasembada pangan dalam tempo dua tahun dengan meluncurkan strategi konversi hutan rusak menjadi lahan pertanian seluas 8 juta hektare. Rinciannya, lahan seluas 6 juta hektare untuk memproduksi 18 juta ton gandum per tahun. Asumsinya, per hektare lahan memproduksi 3 ton gandum. Pasuruan, sebut Prabowo, adalah satu daerah yang menurutnya sudah sukses memproduksi gandum.
Selanjutnya, disiapkan lahan seluas 1 juta hektare untuk memproduksi 10 juta ton beras per tahun dan jagung 1 juta ton per tahunnya. Total investasi yang dibutuhkan untuk membuka lahan seluas 8 juta hektare lahan produktif sebesar US$ 24 miliar atau US$ 3.000 per hektarenya.
Adapun untuk swasembada energi dalam 3 tahun diperlukan lahan seluas 3 juta hektare. Rinciannya, penanaman singkong dan aren untuk hasilkan 36 juta ton bioethanol. Hal ini mampu mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor BBM. Investasi yang diperlukan untuk ini sebesar US$ 3.000 per hektare atau US$ 18 miliar. Adapun soal kebijakan Uni Eropa terkait pembatasan impor minyak kelapa sawit, bisa dialokasikan untuk tambahan bahan baku biodiesel.
Terkait kepemilikan lahan, saat ini pemerintah telah menguasai 36 juta hektar tanah terlantar di seluruh Indonesia. Dengan kebutuhan total 14 juta ha tentu hal ini sangat visiable.
Lebih lanjut Prabowo menyebut dengan 14 juta hektar negara bisa menciptakan lapangan kerja bagi 28 juta penduduk. “Jika kebutuhan per hektar untuk konversi lahan tersebut adalah USD 3000, maka total diperlukan USD 42 miliar. Dari situ kita akan hemat 25 miliar dolar/tahun, dan dapat 12,5 miliar dolar serta ekonomi akan berputar dengan uang sekitar 30 miliar dolar/tahun,” paparnya.
Menurut Prabowo dengan kita menghemat pengeluaran impor 25 miliar dolar/tahun, tak sulit bagi negara menutupi investasi yang dibutuhkan untuk menjalankan strategi dorongan besar diatas 14 juta hektar lahan tersebut. Bukan hanya itu jika 25 miliar dolar berputar itu berputar di dalam negeri, maka nilai ekonomisnya akan naik 4 kali lipat, sekitar angka 100-120 miliar dollar.
Apabila berhasil, Prabowo meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia best case 15 persen, menengah 9-10% dan paling buruk 7%. Capaian itu, jauh lebih baik daripada angka yang dipatok tim ekonomi pemerintah saat ini.
Terkait kajian ini, Prabowo menyatakan pihaknya sudah menyampaikan solusi menangani persoalan ekonomi bangsa ke pemerintah. Menurutnya, solusi tersebut merupakan hasil kajian ilmiah dan sifatnya terbuka. Karena itu, ia mengaku juga siap menerima sanggahan dari berbagai pihak atas hasil kajiannya tersebut. ”Tak ada lagi istilah 01 atau O2, saya undang semua partai, Kemhan, berbagai lembaga termasuk mabes-mabes (Mabes TNI AD, AL, dan AU -red), para rektor, BIN, BAIS, dan media massa,” ujarnya.