Dua komisaris PT Garuda Indonesia Tbk tidak setuju dengan pencatatan laporan keuangan Garuda Indonesia tahun 2018. Pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) 24 April 2019, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria menyampaikan keberatan dalam laporan di dokumen soal pencatatan laporan keuangan Garuda Indonesia tahun 2018. Komisaris ini mewakili PT Trans Airways dan Finegold Resources Ltd.
Seperti diketahui, pemegang saham PT Garuda Indonesia Tbk antara lain PT Trans Airways sebesar 25,61 persen, pemerintah Indonesia sebesar 60,53 persen dan masyarakat dengan kepemilikan di bawah lima persen sebesar 13,84 persen.
Keduanya meminta masukan dan tanggapan kepada Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) mengenai perlakuan akuntansi transaksi kerja sama Citilink dan Mahata. Ini terkait perjanjian kerja sama penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia pada 31 Oktober 2018.
Dari kerja sama itu, perseroan akan mendapatkan pendapatan dari Mahata Aero Teknologi sebesar USD 239.940.000. Di antaranya sebesar USD 28.000.000 merupakan bagian hasil perseroan yang didapat dari PT Sriwijaya Air. Namun, hal itu dinilai tidak dapat diakui dalam tahun buku 2018.
Komisaris menilai kalau pengakuan pendapatan dari perjanjian Mahata oleh perseroan sebesar USD 239.940.000 merupakan jumlah signifikan. Apabila tanpa pengakuan pendapatan ini perseroan akan alami kerugian sebesar USD 244.958.308.
“Adapun dengan mengakui pendapatan dari perjanjian Mahata maka perseroan membukukan laba sebesar USD 5.018.308,” tulis Chairal Tanjung dan Dony Oskaria, Komisaris Perseroan
Dampak dari dari pengakuan pendapatan tersebut, laporan keuangan perseroan tahun buku 2018 menimbulkan “misleading” atau menyesatkan yang material dampaknya dari sebelumnya membukukan kerugian yang signifikan menjadi laba, terlebih perseroan adalah perusahaan publik atau terbuka.
Adanya potensi yang sangat besar untuk penyajian kembali laporan keuangan perseroan tahun buku 2018 yang dapat merusak kredibilitas perseroan.
Selain itu, pengakuan pendapatan ini menimbulkan kewajiban perpajakan perseroan baik PPh maupun PPN yang seharusnya belum waktunya. Hal ini dapat menimbulkan cashflow bagi perseroan.