Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah memberikan sinyal positif mengenai rencana penurunan biaya pinjaman pinjol dan fintech peer to peer lending. Saat ini, OJK sedang merancang sebuah Surat Edaran (SE) yang akan mengatur hal ini, dan diperkirakan SE tersebut akan diterbitkan pada bulan November 2023.
Namun, saat ini, draft peraturan tersebut masih berada di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk proses lebih lanjut.
Mekanisme Dari OJK
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya, OJK Agusman, menjelaskan bahwa aturan yang diatur dalam SE OJK ini mencakup berbagai aspek, seperti pengaturan kegiatan usaha, mekanisme penyaluran dan pelunasan dana, batas maksimum manfaat ekonomi (bunga pinjaman), dan penagihan.
“Khusus mengenai batas maksimum manfaat ekonomi atau bunga, pengaturan tersebut akan memberikan batasan yang lebih rendah,” ujar Agusman dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner pada bulan Oktober 2023.
Ia juga menekankan bahwa dalam proses perancangan aturan ini, OJK akan berusaha mencapai keseimbangan antara kepentingan konsumen, agar layanan tetap aman, nyaman, terjangkau, sementara industri tetap bisa berkembang.
Perbedaan Pendapat AFPI
Sebelumnya, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyatakan harapannya agar biaya pinjaman dalam industri fintech peer to peer lending tidak mengalami penurunan. Saat ini, AFPI telah menetapkan bahwa biaya pinjaman untuk fintech lending tidak boleh melebihi 0,4 persen per hari.
Ketua Umum AFPI, Entjik S. Djafar, berharap bahwa biaya pinjaman pinjol, yang terdiri dari biaya layanan dan bunga pinjaman, tetap sesuai dengan ketentuan yang telah ada. “Belum, belum (tahu), Jangan dong, jangan turun,” ujar Djafar.
Dalam sejarahnya, dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 77 Tahun 2016, besaran biaya pinjaman fintech lending tidak diatur secara ketat. Perusahaan pinjol pada saat itu memiliki fleksibilitas dalam menentukan besaran biaya pinjaman.
Direktur Eksekutif AFPI, Kuseryansyah, menjelaskan bahwa pada waktu itu, perusahaan pinjol dapat menentukan bunga pinjaman sesuai dengan kebijakan mereka sendiri. “Berapapun bunganya, asalkan ada yang membeli,” katanya.
Namun, dalam praktiknya, banyak masyarakat mengeluhkan tingginya biaya pinjaman online (pinjol). Keluhan ini juga disertai dengan maraknya pinjol ilegal, yang memberlakukan biaya pinjaman mulai dari 1 hingga 3 persen per hari.
Sebagai respons, fintech legal yang telah mendapatkan izin dari OJK setuju untuk mengambil inisiatif dalam membedakan diri dari pinjol ilegal. Pada saat itu, pinjol ilegal menerapkan bunga pinjaman yang sangat tinggi.
“Lalu kami menetapkan batas maksimum bunga sebesar 0,8 persen per hari,” tambah Kuseryansyah. Langkah ini diambil untuk melindungi konsumen dari biaya pinjaman yang tinggi dalam pasar yang sama dengan pinjol ilegal.
Namun, seiring berjalannya waktu, biaya pinjaman tersebut masih dianggap terlalu tinggi, dan AFPI memutuskan untuk menurunkan kembali batas maksimum bunga pinjaman pinjol menjadi 0,4 persen. Aturan ini masih berlaku hingga hari ini.