Peluang Ekspor ke AS Terbuka Lebar Setelah Negosiasi Tarif Resiprokal Berhasil

0
8
Peluang Ekspor ke AS Terbuka Lebar Setelah Negosiasi Tarif Resiprokal Berhasil
Peluang Ekspor ke AS Terbuka Lebar Setelah Negosiasi Tarif Resiprokal Berhasil (Foto Ilustrasi, Ekonomi Dunia)
Pojok Bisnis

Pelaku industri dalam negeri menyambut hangat keberhasilan pemerintah mendorong negosiasi tarif resiprokal dengan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Kesepakatan politik tinggi antara Prabowo dan Presiden AS Donald Trump itu dinilai sebagai terobosan penting: hasil negosiasi tarif resiprokal yang memberi ruang lebih kompetitif bagi produk Indonesia masuk pasar Amerika, sekaligus menegaskan posisi Indonesia dalam diplomasi dagang global.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan kalangan manufaktur melihat capaian ini sebagai bukti bahwa pemerintah aktif memperjuangkan kepentingan industri nasional di meja perundingan internasional. “Presiden Prabowo berhasil membuka kembali ruang dialog tarif dengan AS. Ini langkah nyata untuk memperkuat industri dalam negeri di pasar global,” ujarnya di Jakarta, Rabu (16/7).

Menurut Agus, paket kesepakatan yang diumumkan Trump melalui akun resmi di Truth Social dan kanal Gedung Putih menunjukkan bahwa Indonesia mampu meraih perlakuan tarif yang relatif lebih baik dibanding sejumlah negara pesaing. Jika implementasinya berjalan sesuai kesepahaman politik, dampaknya bisa langsung terasa pada peningkatan daya saing ekspor manufaktur.

Dampak pada Industri dan Akses Pasar Amerika

Agus menekankan bahwa akses pasar yang lebih luas ke Amerika akan menjadi pemicu peningkatan utilisasi pabrik. “Penyesuaian tarif pada komoditas ekspor manufaktur Indonesia akan menjaga margin, mendorong utilisasi, dan pada akhirnya menyerap tenaga kerja lebih besar,” kata Agus.

PT Mitra Mortar indonesia

Menperin memaparkan struktur produksi saat ini: sekitar 20 persen output manufaktur Indonesia diarahkan ke pasar ekspor, sementara 80 persen terserap domestik. Dari porsi ekspor itu, sebagian mengalir ke AS—pasar besar yang selama ini menjadi salah satu tujuan utama produk tekstil, garmen, alas kaki, dan sejumlah komoditas olahan lainnya.

Data 2024 menunjukkan ekspor Indonesia ke AS mencapai USD26,31 miliar, setara 9,94 persen dari total ekspor nasional senilai USD264,70 miliar. Tingkat utilisasi industri nasional tahun yang sama berada di 65,3 persen, memberikan ruang kenaikan produksi bila permintaan AS meningkat setelah penyesuaian tarif mulai berlaku. Indonesia juga membukukan surplus perdagangan dengan AS sebesar USD14,34 miliar—kontributor 46,2 persen terhadap total surplus perdagangan nasional.

Agus optimistis euforia pasar akan segera terasa di sektor-sektor padat karya. “Tekstil, produk tekstil, pakaian jadi, alas kaki—ini sektor yang cepat merespons sinyal pasar. Kalau tarifnya lebih bersahabat, kapasitas bisa dinaikkan,” tegasnya.

Di sisi lain, ia menggarisbawahi bahwa momentum eksternal ini hadir berbarengan dengan kemajuan di front lain: penyelesaian politik perundingan Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU‑CEPA). Menurut Agus, kesepakatan dengan Uni Eropa sama pentingnya karena berpotensi melonggarkan hambatan ekspor dan membuka akses yang lebih kompetitif ke pasar Eropa. “Industri menunggu lama IEU‑CEPA. Dengan selesainya proses politik, kita berharap produk manufaktur Indonesia punya pijakan lebih kuat di Eropa,” katanya.

Agus menutup dengan ajakan agar pelaku industri menyiapkan strategi ekspansi lebih dini—mulai dari penyesuaian standar, sertifikasi pasar tujuan, efisiensi produksi, hingga penambahan kapasitas—agar manfaat penuh dari perubahan lanskap tarif global dapat segera dirasakan.

DISSINDO
Top Mortar Semen Instan